Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah tengah menggodok peraturan pemerintah (PP) untuk menjadi payung hukum bagi insentif fiskal bagi perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) di dalam negeri.
Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang P.S Brodjonegoro mengungkapkan pemerintah tetap akan merealisasikan janji stimulus tersebut meski tidak diberlakukan bersamaan dengan empat empat paket kebijakan untuk mengatasi gejolak moneter.
“Insentif fiskal untuk R&D bukan untuk menjawab tantangan jangka pendek, melainan untuk tujuan jangka panjang, yakni strategi industri kedepan,” kata Bambang, Senin (2/9/13).
Bambang mengatakan insentif fiskal R&D tidak dikeluarkan bersamaan dengan empat peraturan menteri keuangan (PMK) yang tergabung dalam empat paket kebijakan pada pekan lalu karena stimulus ini diberikan dalam bentuk PP.
Bambang mengungkapkan insentif tersebut diberikan dalam bentuk peningkatan biaya pengurang pajak (additional tax deduction). Salah satu kendala yang dihadapi dalam menyusun payung hukum untuk stimulus ini adalah Undang-Undang pajak penghasilan.
Dalam UU PPh, tambahan biaya pengurang pajak tidak dimungkinkan. Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan kendala ini menjadi alasan mengapa additional tax deduction tidak jadi diberikan kepada industri padat karya.
“Nanti kami cari solusi untuk menjawab kendala tersebut. Intinya, niat kami baik, yakni supaya pabrik-pabrik jangan hanya jadi penjahit di sini, tapi juga melakukan R&D di Indonesia,” jelas Bambang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit mengatakan pengusaha menyambut baik rencana tersebut karena dinilai dapat membantu meningkatkan daya saing industri tanah air.
“Dari dulu, kami memang mengharapkan R&D mendapatkan insentif fiskal juga. Kalau benar diberikan, saya sangat berterimakasih kepada pemerintah,” kata Anton kepada Bisnis pada Senin (2/8/13).
Anton mengungkapkan sebaiknya stimulus yang diberikan adalah dengan menjadikan biaya R&D sebagai salah satu biaya pengurang pajak. Dengan demikian, menurutnya, perusahaan-perusahaan akan tertarik melakukan R&D di Indonesia.
Jika perusahaan-perusahaan beramai-ramai melakukan R&D di dalam negeri, menurut Anton, daya saing industri. Menurutnya, hal tersebut seharusnya dilakukan sejak lama tanpa harus menunggu kondisi ekonomi memburuk.