Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kamus Energi: Apa Itu Kontrak Bagi Hasil Migas?

Bisnis.com, JAKARTA--Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia identik dengan sistem Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract/PSC).

Bisnis.com, JAKARTA--Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia identik dengan sistem Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract/PSC).

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, prinsip  PSC itu merupakan kontrak bisnis, jadi semestinya dilakukan antarbisnis (B to B).

Yang dibagi dalam PSC itu merupakan produksi dalam bentuk minyak mentah atau gas, bukan dalam bentuk uang.

Dalam sistem PSC, negara sebagai pemilik sumber daya, sedangkan kontraktor sebagai penggarap. Sementara itu, modal atau investasi disediakan oleh kontraktor.

Pengembalian biaya investasi diambilkan dari hasil produksi (cost recovery), sedangkan pengeluaran untuk investasi disepakati oleh kedua belah pihak.

Sayangnya, di sini seolah-olah muncul pengawasan cost recovery, padahal esensi yg sebenarnya adalah kesepakatan kedua belah pihak untuk memastikan bahwa investasi yang dikeluarkan dinilai paling memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Dalam PSC, risiko investasi di masa eksplorasi ditanggung kontraktor.Jika investasi dry hole atau tidak menemukan cadangan yang ekonomis,tidak akan ada pengembalian biaya investasi karena tidak ada produksi yang dihasilkan.

Jadi,kalau PSC dijalankan oleh badan pemerintah seperti SKK Migas (dulunya BP Migas), sebetulnya sudah menyimpang dari prinsip-prinsip dasar PSC karena menggunakan pola G to B.

"Oleh Mahkamah Konstitusi,pola seperti ini juga dianggap bertentangan dengan konstitusi karena kalau mau pakai G to B, sistem yang digunakan mestinya sistim izin,bukan kontrak," tutur Pri.

Dalam laman skkmigas.go.id dijelaskan skema PSC pertama kali berlaku pada 1966, saat Permina menandatangani kontrak bagi hasil dengan Independence Indonesian American Oil Company (IIAPCO).

Kontrak ini tercatat sebagai PSC pertama dalam sejarah industri migas dunia. Penerapan PSC di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan supaya negara berperan lebih besar dengan mempunyai kewenangan manajemen kegiatan usaha hulu migas.

Sebelum PSC, Indonesia sempat menganut dua rezim kontrak, yaitu konsesi dan kontrak karya. Rezim konsesi dianut Indonesia pada era kolonial Belanda sampai awal kemerdekaan. Karakteristiknya, semua hasil produksi dalam wilayah konsesi dimiliki oleh perusahaan.

Negara dalam sistem ini hanya menerima royalti yang secara umum berupa persentase dari pendapatan bruto dan pajak. Keterlibatan negara sangat terbatas.

Rezim Kontrak Karya berlaku saat Indonesia menerapkan Undang-undang No. 40 tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

Regulasi ini mengatur bahwa sumber daya migas adalah milik negara. Status perusahaan diturunkan dari pemegang konsesi menjadi kontraktor negara.

Pada sistem ini, negara dan perusahaan berbagi hasil penjualan migas. Meskipun perusahaan tidak lagi menjadi pemegang konsesi, kendali manajemen masih berada di tangan mereka. Peran pemerintah terbatas pada kapasitas pengawasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nurbaiti
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper