Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian sedang membahas regulasi penerapan formula upah berdasarkan rasio inflasi ditambah beberapa persen.
Menperin M.S. Hidayat menyadari dengan formula itu perdebatan akan terjadi pada penentuan berapa persen tambahan penaikan upah selain inflasi yang merujuk pada komponen hidup layak (KHL).
"Pemerintah berkomitmen untuk menghentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang rawan terjadi, apalagi untuk industri padat karya," ujarnya, Senin (19/8).
Kemenperin sedang aktif berdiskusi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Keuangan.
Khusus untuk industri padat karya, ujar Hidayat, opsi untuk memangkas persentase penaikan upah tidak lagi mungkin dilakukan karena dapat menyalahi undang-undang.
Oleh karena itu, Kemenperin mengusulkan selain menerapkan formula rasio inflasi dan penambahan persentase, padat karya juga bisa memperoleh insentif pajak.
Sebelumnya, Hidayat mengusulkan tiga opsi kebijakan pemberian insentif untuk industri padat karya yakni pemerintah menanggung sementara pajak karyawan, pemberian diskon atau pengurangan pajak penghasilan (PPH) perusahaan, dan penaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Hidayat sendiri cenderung memilih opsi penanggungan sementara pajak karyawan oleh pemerintah.
"Apakah nanti industri padat karya bisa mendapatkan lebih dari dua insentif, itu sedang dipertimbangkan Pak Chatib. Yang penting mereka berkomitmen tidak ada PHK lagi," ujarnya, Senin (19/8).
Hidayat menjelaskan akibat penaikan upah minimum, keuntungan perusahaan pasti tergerus. Oleh karena itu, insentif pajak memang ditujukan untuk mengurangi kerugian pengusaha, bukan untuk buruh.
Dia menegaskan agar tidak lagi terjadi kekerasan fisik seperti sweeping, karena pemerintah membuka kesempatan untuk berdiskusi dan membantu memfasilitasi permasalahan ini.
"Jika masih terjadi kami akan melakukan law enforcement. Saya menjamin pemerintah akan kompak menghadapi masalah ini," ujar Hidayat.