Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha menilai tiga usulan insentif pajak untuk industri padat karya yang diajukan Kementerian Perindustrian tidak akan berdampak signifikan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyebutkan pelaku industri saat ini paling membutuhkan kepastian formula kenaikan upah minimum per tahunnya.
Jika formula upah buruh tidak segera ditetapkan, dia khwatirkan industri dalam negeri sulit bersaing dengan negara lain dan investasi menurun. Sebagai perbandingan, saat ini rerata upah buruh di Kamboja hanya sepertiga dari Indonesia.
"Insentif pajak itu tidak signikan untuk menyelamatkan industri padat karya. Dampaknya untuk buruh tidak akan terasa karena yang menanggung perusahaan," ujar Sofjan di kantor Kemenperin, Kamis (15/8/2013).
Sebelumnya, Menperin M.S. Hidayat mengatakan pemerintah mempertimbangkan tiga opsi kebijakan pemberian insentif untuk industri padat karya.
Ketiga opsi tersebut yakni pemerintah menanggung sementara pajak karyawan, pemberian diskon atau pengrangan pajak penghasilan (PPH) perusahaan, dan penaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).Menperin sendiri cenderung memilih opsi penanggungan sementara pajak karyawan oleh pemerintah.
Adapun, usulan ini sudah dalam proses perumusan di Kementerian Keuangan dan ditargetkan dikeluarkan secepatnya sehingga dapat diaplikasikan untuk formula pengupahan tahun depan.
Sofjan tidak menampik ketiga usulan skema insentif tersebut dapat mengurangi beban pengusaha. Meski demikian, insentif pajak hanya akan berpengaruh jika perusahaan mempertimbangan untung dan rugi.
Sofjan menambahkan akibat penaikkan upah minimum pada awal tahun ini, sekitar 60.000 buruh yang bekerja di perusahaan milik Korea Selatan diberhentikan. Buruh tersebut berasal dari tiga sektor industri yakni elektronik, alas kaki, dan tekstil.