BISNIS.COM, JAKARTA -- RSPO meminta lima perusahaan anggota RSPO yang dilaporkan di media massa terlibat dalam kebakaran hutan di Indonesia agar mereka menyerahkan peta digital area konsesi di Indonesia pada 24 Juni 2013.
"Sebanyak tiga dari lima perusahaan telah menyerahkan peta digital yang diminta, yaitu: Sime Darby, Kuala Lumpur Kepong (KLK), dan Golden Agri Resources (GAR). Adapun Tabung Haji Plantations dan PT Jatim Jaya Perkasa belum menyerahkan laporan mereka kepada RSPO," ujar Darrel Webber, Jenderal RSPO, Senin (8/7).
Analisa terhadap laporan yang diberikan oleh ketiga anggota RSPO tersebut kemudian dilakukan oleh dua ahli riset internasional, seorang ilmuwan dan ahli dalam Geographic Information System (GIS) dari Malaysia, Dr. Khali Aziz Hamzah dari Forest Research Institute Malaysia (FRIM), dan World Resources Institute (WRI).
Analisa dilakukan dengan memperhitungkan tumpang tindih antara peta konsesi dan peta kebakaran dan titik api yang diambil oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan National Oceanic and Atmosphere Administration (NOAA). Data titik api yang digunakan merupakan hasil identifikasi sejak 1- 26 Juni 2013.
Hasil analisa menunjukan bahwa dari sebagian besar kasus yang ada, tidak terdapat titik api yang teridentifikasi di dalam perkebunan yang dimiliki oleh ketiga perusahaan tersebut. Akan tetapi, terdapat beberapa titik api di sebagian kecil area perkebunan tersebut.
Titik-titik api ini telah dikelola dengan benar oleh perusahaan-perusahaan yang bersangkutan dan telah dipadamkan dalam waktu 24 jam sejak pertama kali teridentifikasi (seluruh data mengenai situasi ini tersedia di tautan: http://www.rspo.org/file/haze/MAP%20ANALYSIS-KLK,GAR,SIMEDARBY_FINAL.pdf).
Hasil analisa para ahli tersebut memberikan beberapa kesimpulan dan sudut pandang kepada RSPO.
Pertama, adanya bukti bahwa KLK, Sime Darby dan GAR telah menangani kebakaran dan situasi asap di Sumatra dengan baik.
Berdasarkan Principles & Criteria (P&C) RSPO, ketiga perusahaan tersebut telah berhasil menangani dan mengatasi resiko penyebaran kebakaran serta resiko potensi kebakaran secara efektif.
Kedua, perkebunan-perkebunan tersebut merupakan area yang aman ketika dibandingkan dengan titik-titik api yang bertebaran di daerah sekelilingnya.
Ketiga, terbukti bahwa peta konsesi yang saat ini beredar di masyarakat tidak sesuai dengan peta yang diserahkan oleh ketiga perusahaan tersebut. Sebagai akibatnya, informasi awal yang sebelumnya sempat beredar di masyarakat tentang di lahan siapa kebakaran terjadi, dapat menyesatkan.
Adanya kejelasan tentang penggunaan dan kepemilikan lahan sangatlah penting agar situasi asap tahunan dapat ditangani secara holistik.
RSPO menyadari bahwa menyusun dan mengumpulkan informasi-informasi secara efisien bukanlah sebuah upaya yang mudah bagi Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, RSPO berkeinginan untuk menawarkan bantuan kepada Pemerintah Indonesia dalam upaya ini, dan mengajak para pemangku kepentingan lainnya untuk turut melakukan hal yang sama. Dewasa ini, tidak ada kendala teknis untuk mengumpulkan informasi-informasi demi kepentingan masyarakat banyak.
"Yang menjadi satu-satunya halangan dalam menjadikan upaya ini berhasil adalah tingkat ketabahan para pemangku kepentingan terkait."
Kesimpulan yang keempat yang dapat diambil adalah bahwa ada peluang bagi RSPO dan anggotanya untuk meningkatkan upayanya dalam memainkan peran yang positif dalam membantu pemangku kepentingan lainnya untuk mengurangi atau mencegah total terjadinya kabut asap tahunan di Asia Tenggara.
RSPO secara tegas percaya bahwa mengurangi atau mencegah kebakaran di lahan gambut memerlukan kolaborasi dan pengelolaan di tingkat lanskap.
Kabut asap yang terjadi saat ini dapat menjadi sebuah peringatan bagi pihak pemerintah tidak hanya di Indonesia, bahwa rencana pengelolaan di tingkat lanskap dan kapasitas untuk menjalankan rencana-rencana tersebut seharusnya sudah dipersiapkan sebelum mengizinkan pengembangan berskala besar dilakukan di lahan gambut.
Kedua perusahaan yang belum menyerahkan informasi dan peta kepada RSPO, Tabung Haji Plantations dan PT Jatim Jaya, akan diberikan perpanjangan batas waktu selama 48 jam untuk menyerahkan informasi terkait, sebelum teguran resmi dikeluarkan.