BISNIS.COM, JAKARTA- Berakhirnya Nota Kesepahaman (MoU) antara PT Pertamina (Persero) dan Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) untuk mendirikan perusahaan patungan untuk pabrik polypropylene menjadi penanda sulitnya membangun pabrik petrokimia hulu di dalam negeri.
Bukan hanya investor swasta/asing saja yang kesulitan membangun pabrik petrokimia hulu, perusahaan milik negara pun bernasib sama. Sulitnya membangun dan mengoperasikan pabrik petrokimia, membuat Menteri Perindustrian M.S Hidayat selalu mendukung investor yang berani berinvestasi petrokimia hulu di dalam negeri.
Pasalnya, membangun pabrik petromia penuh risiko dan memiliki margin kecil. Bisa dikatakan, biasanya kurang menguntungkan untuk jangka pendek. “Petrokimia hulu seharusnya dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini bisa melalui BUMN dan juga investor luar negeri yang ingin berinvestasi besar, seperti Honam,” kata Hidayat akhir pekan lalu.
Sebelumnya, Hidayat sangat mengharapkan kerja sama yang direncanakan oleh Pertamina dan CAP bisa berhasil. Menurutnya, dengan keduanya yang berstatus perusahaan milik pemerintah, rencana pembentukan perusahaan patungan untuk mendirikan pabrik petrokimia bisa berhasil.
Namun, pabrik Polypropylene yang rencananya dibangun di kompleks penyulingan minyak Pertamina di Balongan, Jawa Barat, itu tidak dilanjutkan. Alasannya, setelah melakukan kajian dan serangkaian pembahasan bersama, keduanya tidak mencapai kesepakatan tentang syarat dan kondisi dalam pelaksanaan usaha patungan yang direncanakan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan tidak ada kesepakatan untuk bisnis komersial dan keekonomian masing-masing perusahaan. “Tapi Pertamina dan CAP berkomitmen untuk melanjutkan hubungan baik kedua perusahaan dalam hal-hal yang terkait bisnis lainnya,” katanya.
Hidayat pernah mengatakan, tidak seperti industri kimia hilirindustri kimia hulu harus dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha milik negara (BUMN), atau investor asing yang besar. Kenyatannya saat ini, dirinya merasa gemas ketika ada dua investor asing yang berniat bekerja sama membangun kilang pengolahan minyak di Indonesia namun tidak mendapat kejelasan insentif.
Begitu juga dengan rencana Honam Petrochemical Corporation yang hingga kini masih terkendala lahan. “Harusnya kita bersyukur, Honam mau investasi hingga US$5 miliar dengan janji dalam waktu lima tahun kebutuhan domestik akan terpenuhi sehingga Indonesia tak perlu impor, saya akan berjuang Honam untuk bisa masuk ke Indonesia,” katanya.
Memang, pabrik petrokimia ataupun kilang pengolahan minyak sangat dibutuhkan Indonesia untuk mengurangi impor bahan kimia yang terus meningkat setiap tahunnya.