BISNIS.COM, JAKARTA -- Pemerintah tidak mempertimbangkan insentif fiskal ke sektor transportasi untuk menekan lonjakan tarif seiring kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Wakil Menteri Keuangan I Anny Ratnawati mengatakan pemerintah sejauh ini hnya memperimbangkan sebatas peningkatan anggaran untuk peremajaan angkutan umum. Tujuannya, agar masyarakat beralih ke moda transportasi massal setelah harga BBM bersubsidi dinaikkan.
Namun, peningkatan anggaran itu tidak dilakukan tahun ini, tetapi pada tahun anggaran 2014.
“Bukan kompensasi istilahnya. Cuma untuk perbaikan angkutan, tahun depan dimasukkan, tapi detailnya seperti apa, Kementerian Perhubungan akan menjadi lead-nya,” jelasnya, Rabu (19/6).
Bank Indonesia sebelumnya menyampaikan kenaikan tarif terjadi pada hampir semua moda angkutan, baik darat maupun laut, akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.
Kenaikan tertinggi terjadi pada angkutan dalam kota 27,93%, disusul taksi 26,13%, angkutan antarkota 19%, yang ketiganya memberikan sumbangan 0,82% terhadap inflasi.
Adapun tarif angkutan laut mengalami kenaikan tarif 2,86%, angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP) 1,16%, dan tarif kereta api 0,07%. Namun, ketiganya hampir tidak memberi andil terhadap inflasi.
Bank sentral memprediksi inflasi hingga akhir tahun dapat mencapai 7,76% seiring kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sebelumnya, Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) meminta pemerintah memberikan insentif untuk mengurangi dampak negatif kenaikan harga BBM bersubsidi.
Saat harga BBM bersubsidi dinaikkan pada 2005, pemerintah memberikan insentif fiskal berupa berupa pembebasan bea masuk atas impor beberapa jenis suku cadang angkutan umum.
Selain itu, keringanan bea masuk diberikan atas impor chassis bus dengan mesin terpasang untuk pembuatan bus angkutan umum dan completely knock down (CKD) untuk pembuatan angkutan umum komersial.
Impor bus dalam bentuk completely built up (CBU) untuk keperluan angkutan umum pun diberi keringanan bea masuk.