Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KEBIJAKAN ANGGARAN: Pemerintah Kaji Batas Maksimal Defisit APBN & APBD

BISNIS.COM,JAKARTA -- Pemerintah akan mengkaji batas maksimal defisit APBN dan APBD, sehingga dapat memberikan ruang fiskal dan relevan terhadap kebutuhan pembangunan.Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan

BISNIS.COM,JAKARTA -- Pemerintah akan mengkaji batas maksimal defisit APBN dan APBD, sehingga dapat memberikan ruang fiskal dan relevan terhadap kebutuhan pembangunan.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara defisit APBN dan APBD secara kumulatif tidak boleh melampaui batas 3% terhadap PDB.

Namun, seiring perkembangan kebutuhan pembangunan, imbuhnya, batas maksimal defisit ini harus dikaji ulang agar menjadi lebih relevan.

"Apa defisit ini yang masih sesuai? Atau ada room untuk melebar defisit sebagai pembiayaan program pembangunan? Ini perlu dikaji," ujarnya, Kamis (25/4).

Anny menegaskan defisit fiskal harus dibatasi agar penarikan utang untuk membiayai belanja negara dan daerah dapat dikendalikan. Namun, defisit fiskal juga penting untuk menarik pembiayaan proyek pembangunan, misalnya melalui penerbitan obligasi proyek (Sukuk project financing).

"Harusnya defisit yang melebar bukan karena subsidi BBM, tetapi untuk menarik tambahan pembiayaan pembangunan," katanya.

Pada tahun ini, defisit APBN ditetapkan sebesar 1,65% terhadap PDB. Namun, dalam APBN-P tingkat defisitnya berisiko melebar menjadi 2-2,4% PDB. Adapun defisit APBD porsinya ditetapkan sebesar 0,5% terhadap PDB.

"Prakteknya APBD selalu surlpus, sehingga Silpa (sisa lebih pelaksanaan anggaran)-nya besar," katanya.

Pada akhir 2012, imbuh Anny, Silpa APBD tercatat mencapai Rp99,4 triliun. Berdasarkan catatan Kemenkeu, tren Silpa APBD selalu meningkat dalam 5 tahun terakhir.

Terbentuknya Silpa dalam nominal yang besar diproyeksi terjadi pada tahun ini. Tingginya Silpa merupakan indikator lemahnya eksekusi dan penyerapan anggaran di tingkat pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota.

"Daerah itu jangan ada Silpa, kecuali karena efisiensi, bukan karena tidak bisa dieksekusi," tuturnya.

Anny menambahkan, Silpa merupakan dana idle yang ada di kas daerah. Namun, untuk menggunakan dana tersebut APBD harus membentuk defisit sehingga Silpa dapat ditarik sebagai salah satu sumber pembiayaan.

Berdasarkan catatan Kemenkeu, total APBD tahun anggaran 2013 mencapai Rp617,76 triliun. Anggaran tersebut terdiri dari belanja pegawai Rp261,36 triliun (42,3%), belanja modal Rp137,52 triliun (22,2%), belanja barang dan jasa Rp122,42 triliun (19,8%), dan belanja lainnya Rp96,46 triliun (15,6%).

Proporsi belanja modal APBD relatif kecil, meskipun mengalami peningkatan dalam  tiga tahun terakhir, yakni Rp96,17 triliun pada 2011, Rp113,52 triliun pada 2012, dan Rp137,52 triliun pada 2013.

Dia menambahkan tingginya proporsi belanja pegawai terjadi akibat tingginya jumlah pegawai negeri sipil daerah (PNSD), terutama di daerah pemekaran.

"Silpa tinggi, tapi daerah selalu merasa dana transfer relatif kurang," kata Anny.

Pada 2013, transfer pusat ke daerah mencapai Rp528,63 triliun atau 31,4% dari total belanja negara. Namun, imbuh Anny, dana APBN ke daerah sudah mencapai 66%, termasuk alokasi transfer, dana pendidikan, dana infrastruktur, dan subsidi.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper