BISNIS.COM, JAKARTA-- Empat asosiasi yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah melakukan pembenahan logistik nasional dengan meningkatkan infrastruktur yang terintegrasi serta kebijakan yang mendukung untuk memangkas biaya.
Bahkan sejumlah pelaku usaha logistik dan kepelabuhan terancam bangkrut akibat kebijakan baru dari Kementerian BUMN bersama dengan PT Pelindo, pengelola pelabuhan, mendirikan anak-anak usaha baru dibidang logistik dan kepelabuhan.
Keempat organisasi tersebut yakni Indonesia National Shipowners Association (INSA), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), serta Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI).
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Logistik Carmelita Hartoto mengatakan pemerintah agar fokus kepada sistem logistik nasional guna menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN pada 2015.
"Pemerintah diminta agar dapat memilih BUMN mana yang pantas memberikan deviden besar ke negara, dan mana yang harus mengutamakan pelayanan untuk mendukung logistik nasional, seperti Pelindo dan Angkasa Pura yang mengelola pelabuhan dan bandara untuk untuk public service bukan profit oriented," kata Carmelita dalam jumpa pers bersama para asosiasi di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa sore (26/3/2013).
Dalam jumpa pers tersebut, turut hadir pimpinan sejumlah asosiasi yang tergabung dalam Kadin Indonesia bidang logistik, yakni Ketua Umum ALFI Iskandar Zulkarnain, Ketua Umum ALI Zaldi Masita, Ketua Umum APBMI Bambang K. Rakhwardi.
Selain itu Wakil Ketua INSA Asmary Herry, Ketua Komisi Tetap Bidang Regulasi KADIN Akbar Djohan, Komisi Tetap Pelaku dan penyedia Jasa Logistik Kadin Irwan Ardi Hasman, dan Pakar Transportasi dan Logistik Profesor Yamin.
Carmelita mengatakan biaya logistik nasional saat ini sangat mahal, dengan biaya terbesar ada di angkutan darat karena banyak rantai logistik yang belum tertata dengan baik.
"Misalnya untuk 100 ton jeruk, kecenderungan untuk rusak bisa 30%, namun yang 30% itu, dimasukan dalam harga barang. Bagaimana tidak harga mahal," ucapnya.
Irwan Ardi Hasman dari Komisi Tetap Pelaku dan penyedia Jasa Logistik khusus Angkutan Darat Kadin mengatakan keinginan pemerintah untuk menekan biaya logistik sepertinya tidak ditunjang pihak produsen.
"Dengan upah minimum propinsi (UMP) yang naik 40%, pasti berdampak pada biaya produksi dan biaya tenaga kerja yang pelaku transportasi juga akan berdampak. Belum lagi tarif dasar listrik yang naik," tuturnya.
Bagi angkutan barang, imbuhnya, dengan adanya Peraturan Menteri ESDM soal pembatasan solar bersubsidi, akan merugikan. "Kami minta peraturan ini dicabut, karena tidak mungkin anggota kami dipilah-pilah angkutannya.
Yang terjadi di lapangan, di jalur Jawa-Sumatera sudah tidak ada pasokan solar, ini yang sangat meresahkan. Harusnya sama ratakan, semua naikkan, tidak ada subsidi, itu lebih fair. Kalau dipilah-pilah, akan ada kebocoran di lapangan," tuturnya.
Menurutnya, jika solar tidak disubsidi, pemerintah harus memikirkan subsidi atau kebijakan lainnya. Kalau tidak, biaya logistik tidak akan turun, dimana 90% dari biaya logistik ada di darat (termasuk untuk biaya kepelabuhan).
"Kalaupun dinaikkan harga solar, beri bunga ringan untuk pengadaan armada dengan jangka waktu memadai. Pajak untuk peremajaan 27,5% dievaluasi,
agar bisa menurunkan biaya logistik, dan juga harus dihilangkan invisible cost yang mencapai 30% dari total komponen biaya," tuturnya. (ra)