BISNIS.COM, JAKARTA- Pengamat Energi dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan sejak awal, pemerintah sudah tidak cerdas dengan mendahulukan penaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dibandingkan dengan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Menurutnya, penghematan yang bisa didapat dari penaikan TDL secara bertahap sepanjang tahun ini tidak lebih dari Rp8 triliun. Sementara, bila pemerintah melakukan penaikan harga BBM bersubsidi, minimal Rp1.500, negara bisa menghemat hingga Rp70 triliun.
Namun, lanjut Iwa, hal tersebut tak perlu disesalkan. Penaikan TDL yang sudah dilakukan pemerintah sejak awal tahun, juga memiliki dampak yang besar, terutama kepada sektor industri.
Yang harus dilakukan saat ini adalah beradaptasi atas keputusan pemerintah tersebut. Kemudian, industri juga harus jujur.
“Industri jangan hanya bisa teriak dan menjerit, industri harus jujur, berapa biaya komponen listrik dibandingkan dengan biaya produksi. Bila ada satu industri yang memang menerima dampak besar, kemudian menjerit, maka industri yang sebenarnya tidak rugi, jangan ikut menjerit,” kata Iwa, Selasa (26/3/2013).
Pasalnya, lanjut Iwa, yang terjadi selama ini, besarnya dampak kenaikan listrik terhadap industri yang terlihat hanya dari segi psikologis saja. Padahal, secara nyata, tidak seluruhnya menerima dampak buruk.
“Meski begitu, kenaikan ini memang berdampak dan cukup terasa. Hanya dua pointnya, pemerintah yang tidak cerdas dan industri yang masih belum jujur,” tegasnya.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Nur Pamudji mengatakan pihaknya belum bisa berkomentar mengenai dampak penghematan dari kenaikan TDL tahap 1 dari sisi PLN.
“Nanti tanggal 11 April PLN baru bisa menunjukkan perkembangan penjualan sampai 31 Maret (triwulan 1) dan perbandingannya dengan triwulan 1-2012,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemberlakuan kenaikan TDL sebesar rata-rata 15 % secara bertahap sudah mulai berlaku awal Januari 2013. Peraturan Menteri yang mengatur penyesuaian tarif listrik ini telah diundangkan dalam lembaran negara di Kementerian Hukum dan HAM.
Permen bernomor 30 Tahun 2012 tersebut sudah ditandatangani oleh Menteri ESDM Jero Wacik pada 21 Desember 2012 lalu.
Meski menjadi golongan pelanggan yang paling menjerit dengan diberlakukannya keputusan tersebut, golongan pelanggan industri termasuk golongan penerima subsidi dengan jumlah besar. Adapun kenaikan rata-rata golongan industri tidak sampai 15 %.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, golongan industri I-1/1300 VA sepanjang 2013 naik sebesar 13,42 % dari Rp 765 per KWH menjadi Rp 930/KWH, I-1/2200 VA naik 13,42 % dari Rp 790/KWH menjadi Rp 960/KWH, golongan I-1/ 3500 VA-14 kVA naik 13,42 % dari Rp 915/KWH menjadi Rp 1.112/KWH.
Golongan I-2/>14 kVA-200kVA naik 13,42 % dari Rp 870/KWH menjadi Rp 1.057/KWH, golongan I-3/>200 kVA naik 10,55 % dari Rp 731/KWH menjadi Rp 864/KWH, dan golongan I-4/30.000 kVA ke atas naik 11,64 % dari Rp 605/KWH menjadi Rp 723/KWH. Adapun kenaikan setiap triwulan sekitar 5 %.
Rinciannya, untuk seluruh golongan I-1 dan I-2 kenaikan per triwulan adalah 5 %. Kemudian untuk golongan I-3, pada tiga bulan pertama dan kedua naik masing-masing 3,5 %, lalu tiga bulan ketiga dan keempat naik 5 %. Sementara golongan I-4, pada tiga bulan pertama dan kedua masing-masing naik 4 %, tiga bulan ketiga naik 5,25 % dan tiga bulan terakhir naik 5 %.
Dengan jumlah total pelanggan industri sekitar 56.142 pelanggan, golongan industri mendapat subsidi sekitar Rp 19,99 triliun.
Golongan industri merupakan golongan yang seluruh pelangganya mendapatkan subsidi. Seperti diketahui, penaikan tarif listrik tidak akan dibebankan kepada pelanggan 450 VA dan 900 VA.
Adapun subsidi untuk golongan rumah tangga adalah sekitar Rp 50,6 triliun untuk 47,5 juta pelanggan. Sementara untuk golongan bisnis, subsidinya sekitar Rp 3,4 triliun untuk 2,25 juta pelanggan. (ra)