Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyebut upaya pemberantasan judi online (judol) menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 hingga mencapai 5,12%.
Direktur Eksekutif DEN, Firman Hidayat, menjelaskan bahwa seiring menurunnya arus dana ke platform judi online, uang masyarakat kini lebih banyak digunakan untuk kegiatan konsumsi dan investasi di dalam negeri.
“Sumber daya keuangan yang sebelumnya ke luar negeri kini bisa berputar secara produktif di dalam negeri,” ujarnya dalam acara acara Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Firman mengungkapkan bahwa DEN masih melakukan kajian mendalam terkait dampak ekonomi dari praktik judol di tahun ini. Dia menyebutkan bahwa perhitungan yang dilakukan tahun lalu masih bersifat awal dan belum mencakup keseluruhan efek ekonomi secara menyeluruh.
“Dana masyarakat sebesar Rp 51,3 triliun yang tersedot ke judol pada 2024 telah menyebabkan potensi kehilangan pajak sekitar Rp6,4 triliun, dengan sekitar 70% dari dana tersebut dikirim ke luar negeri,” paparnya.
Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi terkait judi online selama paruh pertama 2025 telah anjlok 72% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi Rp99,67 triliun.
Baca Juga
Adapun, Firman menyebut, pada 2024 lalu, perputaran dana judol bahkan sempat menekan pertumbuhan ekonomi hingga 0,3%.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan jumlah pemain judol telah menurun drastis sebesar 68,32% secara tahunan menjadi 3,1 juta orang pada semester I 2025.
Sebelumnya, pada 2024, jumlah pemain judol melonjak hampir dua kali lipat hingga menyentuh angka 10 juta orang. Yang memprihatinkan, 80% di antaranya berasal dari kalangan berpendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan.
Ivan menambahkan, mayoritas pelaku judol berasal dari kelompok usia produktif, dengan 55% berusia antara 30 hingga 50 tahun, disusul kelompok usia 21 sampai dengan 30 tahun yang menyumbang 37,4%.
Bahkan, bagi masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp1 juta, sekitar 73% pendapatan bulanannya dihabiskan untuk berjudi. Sedangkan kelompok berpendapatan Rp1 juta sampai dengan Rp2 juta hingga Rp20 juta pun tetap mengalokasikan lebih dari 40% pendapatannya untuk aktivitas tersebut.
Memang penanganan untuk memberantas judi online ini membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta bank di Tanah Air untuk memblokir sekitar 25.912 rekening yang terindikasi terlibat dalam judi online.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan, langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memberantas perjudian daring.
Pasalnya, hal ini dinilai berdampak negatif terhadap perekonomian dan sektor keuangan.
“OJK telah meminta bank untuk melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 25.912 rekening dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital,” kata Dian dalam Konferensi Pers RDK, mengutip Youtube OJK, Senin (4/8/2025).
Dian menambahkan, pihaknya juga melakukan pengembangan atas laporan tersebut. Di antaranya, meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan nomor identitas kependudukan serta melakukan enhance due diligence (EDD).