Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tarif impor sebesar 50% untuk seluruh produk tembaga setengah jadi yang masuk ke AS. Namun, dia mengecualikan tembaga murni (refined copper) dari kebijakan tersebut, sehingga industri domestik terhindar dari potensi lonjakan biaya produksi.
Menurut lembar fakta resmi dari Gedung Putih, tarif baru ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Sebelumnya, pelaku pasar di AS telah memperkirakan bahwa tembaga mentah—bahan baku utama kabel, komponen konstruksi, dan otomotif—akan dikenakan bea masuk.
Tarif tersebut diberlakukan berdasarkan Section 232 dari Trade Expansion Act, dan tidak akan ditumpuk di atas tarif otomotif yang telah lebih dulu diterapkan Trump pada awal tahun ini.
“Jika suatu produk terkena tarif otomotif, maka hanya tarif kendaraan yang berlaku, bukan tarif tembaga,” jelas Gedung Putih dikutip dari Bloomberg, Kamis (31/7/2025).
Trump juga mengambil langkah tidak biasa dengan mengaktifkan Defense Production Act, undang-undang era Perang Korea yang memungkinkan presiden memerintahkan peningkatan produksi bahan penting bagi keamanan nasional. Melalui kebijakan ini, sebanyak 25% limbah tembaga berkualitas tinggi dan bentuk tembaga mentah buatan dalam negeri diwajibkan untuk dijual ke pasar domestik.
Persentase tersebut akan meningkat menjadi 30% pada 2028 dan 40% pada 2029. Pemerintah menyebut langkah ini penting untuk meningkatkan kapasitas pemurnian tembaga dalam negeri dengan memastikan ketersediaan bahan baku murah bagi pelaku industri nasional.
Baca Juga
Kebijakan ini diteken secara resmi tiga pekan setelah Trump mengumumkan rencana tarif tembaga sebesar 50% tanpa menjabarkan rincian produk yang termasuk dalam cakupan.
Sejak pengumuman awal, berbagai kelompok pelobi bergerak aktif di Washington, termasuk produsen tembaga AS, pabrik produk setengah jadi, pelaku industri daur ulang, serta pemerintah asing. Mereka berupaya memengaruhi bentuk akhir kebijakan, mulai dari permintaan pengecualian, tarif tambahan, hingga pembatalan kebijakan sepenuhnya.
Penetapan tembaga sebagai prioritas perdagangan nasional mengejutkan pasar global, mengingat pada masa jabatan pertamanya Trump lebih menargetkan baja dan aluminium. Saat itu, produsen, pedagang, dan konsumen tembaga lega karena sektor ini lolos dari kebijakan tarif yang menekan pasar logam.
Kini, setelah menjadi sasaran, harga tembaga sempat melonjak di New York, dan para pedagang berhasil membukukan keuntungan besar dengan mempercepat pengiriman tembaga ke AS sebelum tarif diberlakukan.
Namun, kebijakan ini tidak mencakup bijih tembaga, konsentrat, maupun katoda murni. Hal ini menjadi kabar baik bagi pelaku industri hilir yang sempat khawatir akan lonjakan biaya input yang luas.
Keputusan tersebut memberikan ruang bernapas bagi pembeli, terutama di tengah lonjakan proyeksi permintaan global terhadap logam industri ini dalam satu dekade ke depan. Permintaan diperkirakan meningkat pesat dari sektor data center, otomotif, pembangkit listrik, serta infrastruktur jaringan kendaraan listrik.