Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Pengelola Investasi Indonesia (Indonesia Investment Authority) alias INA mengungkapkan terdapat tiga kriteria utama dalam menentukan sektor-sektor prioritas untuk menanamkan modal.
Kepala Investasi INA Christopher Ganis menjelaskan bahwa pihaknya secara berkala mengevaluasi sektor-sektor yang akan difokuskan setiap tahun. Dia menegaskan bahwa prioritas utama adalah keselarasan dengan arah kebijakan pemerintah.
Adapun, kriteria ini mencerminkan strategi INA untuk menyelaraskan investasi dengan arah pembangunan nasional sekaligus menarik minat investor asing.
"Jadi setiap tahun, secara proses, kita mengevaluasi sektor-sektor apa yang kita fokuskan. Jadi, secara garis besar, penilaian sektor itu, pertama kami memilih sektor-sektor yang menjadi prioritas pemerintah," ujarnya saat berkunjung ke redaksi Bisnis Indonesia, Kamis (24/7/2025).
Menurut Christopher, sektor yang diprioritaskan pemerintah umumnya akan mendapat dukungan kebijakan yang lebih kondusif, sehingga menciptakan peluang investasi yang lebih menarik.
Kriteria kedua adalah potensi imbal hasil yang tinggi, terutama pada sektor yang juga diminati oleh investor global. INA mempertimbangkan tingkat ketertarikan investor asing sebagai bagian dari strategi menarik investasi langsung luar negeri atau foreign direct investment (FDI).
Baca Juga
“Kedua itu, kriterianya sektor-sektor yang di mana kita mempunyai kemampuan untuk bisa menghasilkan return yang bagus dan dicontohkan dengan sektor-sektor yang mendapat banyak minat dari pihak investor asing. Karena itu kita, dari investasi kita harus mempertimbangkan interest investor asingnya,” jelasnya.
Adapun kriteria ketiga, lanjut Christopher, adalah sektor-sektor yang dinilai akan memperoleh manfaat lebih besar apabila mendapatkan tambahan modal dari INA.
Pasalnya, peran INA bukan untuk menyaingi pelaku pasar yang sudah mapan, melainkan mengisi celah pembiayaan yang belum optimal. Sektor yang sudah matang dan terkonsolidasi dinilai kurang relevan untuk digarap oleh INA karena peran tambahannya tidak signifikan.
“Karena kami di sini itu fungsinya bukan untuk crowding out capital, kalau sektor-sektor yang sudah mature, pemainnya sudah terkonsolidasi, sudah stable, buat apa peran kita di situ,” imbuhnya.
Sepanjang 2024, INA mengalokasikan investasinya pada empat sektor prioritas nasional, yakni transportasi dan logistik, energi hijau dan transformasi, infrastruktur digital, serta kesehatan. Saat ini, fokus investasi lembaga tersebut mencakup transportasi, logistik dan infrastruktur, digital, energi hijau dan ekonomi biru, mineral dan hilirisasi, serta sektor kesehatan.
"Untuk saat ini kita fokus di sektor yang sesuai dengan program-program pemerintah, yaitu transportasi, logistik dan infrastruktur, digital, energi hijau dan ekonomi biru, mineral dan hilirisasi, serta kesehatan," ujar Christopher.
Sejak berdiri pada 2021, INA telah menyalurkan investasi kumulatif senilai US$4 miliar atau sekitar Rp65 triliun (asumsi kurs Rp16.286). Dari jumlah tersebut, sebanyak US$1,6 miliar berasal dari modal internal, sedangkan sisanya sebesar US$2,4 miliar merupakan hasil kerja sama dengan mitra strategis.
"Sepanjang berjalan waktu 4 tahun terakhir, kita sudah investasi US$4 miliar. Itu disalurkan bersama, baik yang berasal dari [modal] kita sendiri yang sudah diberikan dan dana dari mitra investasi kami," jelasnya.
Christopher menambahkan, mayoritas mitra investasi INA berasal dari luar negeri, sejalan dengan mandat lembaga ini sebagai katalisator FDI di Indonesia.
Tercatat, sepanjang 2024, INA berhasil menghimpun FDI sebesar Rp13,8 triliun atau sekitar 2,5 kali lipat dari investasi ekuitas INA di periode yang sama. Ini menjadi capaian tertinggi tahunan sejak INA berdiri.