Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) optimistis akan terus mendorong pertumbuhan ekspor makanan dan minuman seiring dengan kebijakan tarif ke Amerika Serikat yang turun menjadi 19%.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan penurunan tarif ini memberikan angin segar bagi pelaku industri makanan dan minuman Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu sektor unggulan ekspor non-migas.
“Kami menyambut baik hasil kesepakatan ini. Ini adalah langkah konkret yang akan membantu menjaga keberlanjutan ekspor produk makanan dan minuman Indonesia ke pasar Amerika Serikat, serta mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%,” kata Adhi dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/7/2025).
Adapun, makanan dan minuman merupakan sektor unggulan ekspor non migas Indonesia yang menyumbang kontribusi sekitar 8% dari total ekspor ke Amerika Serikat, utamanya didominasi oleh produk pertanian dan perkebunan.
Ekspor produk makanan dan minuman Indonesia ke pasar AS mencapai US$1 miliar atau 18% dari total ekspor sektor ini ke pasar global. Ekspor ke AS tahun 2024 tercatat meningkat sebesar 4% dari tahun lalu.
“Meski begitu, kami berharap Pemerintah Indonesia melindungi pelaku usaha yang telah berinvestasi di Indonesia,” tambahnya.
Baca Juga
Dia juga mendorong proses implementasi dari kesepakatan ini dapat berjalan sesuai harapan dan segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah teknis yang mendukung kelancaran ekspor.
“Gapmmi siap berkolaborasi dengan pemerintah dalam memastikan industri makanan dan minuman Indonesia terus tumbuh dan berdaya saing tinggi di pasar internasional,” terangnya.
Sebelumnya, Adhi menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin langsung oleh Kepala Negara dan didukung hasil kerja keras Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai ketua tim negosiasi, atas keberhasilan dalam melakukan negosiasi dagang dengan Pemerintah Amerika Serikat.
Adhi melihat upaya tersebut telah menghasilkan penurunan tarif impor produk Indonesia menjadi 19% dari rencana awal sebesar 32%.
Menurut dia, keputusan tersebut merupakan hasil dari diplomasi ekonomi yang strategis dan menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam melindungi dan memperkuat daya saing industri nasional di pasar global.