Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia berpotensi bisa memicu penurunan ekspor-impor ke depan.
Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad mengatakan tarif resiprokal Trump berdampak pada ekspor dan impor beberapa negara, termasuk Indonesia. Menurutnya, ekspor dan impor Indonesia masing-masing diperkirakan bisa turun 2,83% dan 2,22% imbas pengenaan tarif dari Presiden AS Donald Trump.
“Ekspor kita akan turun, impor kita juga akan turun. Jadi memang tidak ada yang dipungkiri, bahwa tidak mungkin ini [tarif resiprokal AS] tidak berdampak, ini pasti berdampak negatif ya,” kata Tauhid dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Menurut Indef, Australia diramal menjadi negara dengan penurunan ekspor terdalam imbas pengenaan tarif Trump, yakni mencapai 6,26%. Mengekor, Britania Raya dengan penurunan ekspor sebesar 4,12%.
Adapun, Indef memproyeksi China menjadi negara yang mengalami penurunan impor terdalam, yakni sebesar 14,53%. Disusul, Vietnam, Thailand, India, Jepang, dan Korea Selatan yang masing-masing diproyeksikan akan mengalami penurunan impor sebesar 6,56%, 5,62%, 4,19%, 3,2%, dan 2,24%.
Tauhid juga mengatakan bahwa pengenaan tarif resiprokal juga berdampak negatif terhadap perubahan ekspor sektoral di Indonesia, salah satunya logam besi (besi dan baja) yang diproyeksikan bisa turun 1,47%.
Baca Juga
Begitu pula dengan ekspor tekstil dan produk pakaian yang bisa turun 9,16%, komputer dan elektronik turun 10,01%, produk mineral nonlogam turun 10,13%, peralatan listrik turun 13,99%, dan manufaktur lainnya juga berpotensi turun hingga 36,97%.
“Misalnya tekstil, komputer, kemudian juga alas kaki, logam, peralatan listrik, itu [berdampak] negatif,” ujarnya.
Di sisi lain, Tauhid mengatakan bahwa dampak pengenaan tarif AS ini justru berpotensi terkerek di beberapa sektor, seperti ekspor perawatan transportasi lainnya naik sebesar 12,15%, utilitas dan konstruksi naik 5,69%, kendaraan bermotor dan suku cadangnya naik 5,05%, serta pertambangan dan ekstraksi yang naik 4,21%.
“Karena bisa saja ada yang kemudian tetap memiliki daya saing, ada negara lain yang kemudian juga terkena imbas tarif lebih besar, sehingga kita memiliki peluang beberapa komoditas. Misalnya saja adalah peralatan utilitas, kendaraan bermotor, pertambangan, itu positif,” tuturnya.
Secara keseluruhan, Tauhid menuturkan dampak ekonomi tarif Trump terhadap Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara lainnya, yakni turun 0,05%. Meski begitu, pemerintah dinilai perlu melihat risiko ekonomi dunia dan China ke depan, serta meningkatnya eskalasi tensi Timur Tengah pada harga minyak dunia.