Bisnis.com, JAKARTA — Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) memperkirakan harga beras berpotensi terus melanjutkan tren kenaikan pada semester II/2025.
Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso mengatakan, potensi kenaikan harga beras tersebut disebabkan oleh minimnya pasokan gabah atau beras.
“Pada awal semester II ini, supply gabah/beras yang rendah akan cenderung menyebabkan kenaikan harga, bila pemerintah tidak melakukan intervensi,” kata Sutarto kepada Bisnis, Minggu (29/6/2025) malam.
Dia menjelaskan, kenaikan harga beras ini terjadi lantaran luas panen pada paruh kedua tidak setinggi paruh pertama.
“Semester II memang selalu luas panennya tidak setinggi semester I, sekalipun tahun ini iklim sangat baik, tidak ada iklim ekstrem,” terangnya.
Meski begitu, Sutarto tak memungkiri bahwa produksi padi tahun ini diprediksi lebih baik dibandingkan tahun lalu ketika fenomena El Nino melanda.
Baca Juga
Di sisi lain, terkait tren kenaikan harga beras, Sutarto menilai semestinya harga eceran tertinggi (HET) beras sudah saatnya mengalami penyesuaian, seiring dengan HPP gabah yang naik menjadi Rp6.500 per kilogram. Pasalnya, HET beras hingga saat ini masih berlaku sama seperti tahun lalu.
“Seyogianya HET beras disesuaikan,” ujarnya.
Guna menjaga harga beras, Perpadi melihat perlunya intervensi pemerintah melalui penyaluran bantuan pangan beras dan stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP).
“Tetapi harus diikuti oleh berkurangnya pengadaan gabah dan beras dalam negeri sebagai mitigasinya,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut, penyaluran bantuan pangan beras dan beras SPHP akan dapat meringankan beban masyarakat kala daya beli tengah tertekan.
“Di tengah daya beli yang turun, penyaluran bantuan pangan beras dan beras SPHP adalah langkah yang ditunggu-tunggu. Karena penyaluran itu bisa meringankan beban masyarakat,” kata Khudori kepada Bisnis.
Di sisi lain, dia menilai keterlambatan penyaluran beras justru membuat harga beras terus merangkak naik. Dia menjelaskan bahwa kenaikan harga beras disebabkan berbagai faktor, yang salah satunya adalah surplus beras mayoritas diserap oleh Perum Bulog.
Penyebab lainnya, penghentian penyaluran/penjualan beras Bulog yang membuat pasokan beras ke pasar lebih kecil dari biasanya. Menurut Khudori, harga beras semestinya turun seiring dengan melimpahnya stok beras di gudang Bulog. Namun, ungkap dia, harga beras saat ini justru menjauhi HET.
“Semakin lama disimpan beras itu susut volume, bisa turun mutu, bahkan rusak, selain membebani biaya pengelolaan,” terangnya.
Merujuk Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Senin (30/6/2025) pukul 06.50 WIB, harga rata-rata beras premium dan beras medium di tingkat konsumen masih melampaui HET yang telah ditetapkan.
Secara terperinci, harga rata-rata beras premium dibanderol Rp15.284 per kilogram di tingkat konsumen secara nasional. Harganya naik 2,58% dari HET beras premium secara nasional yang semestinya di level Rp14.900 per kilogram.
Senada, harga rata-rata beras medium dibanderol di level Rp13.305 per kilogram secara nasional di tingkat konsumen. Harganya naik 6,44% dari HET beras medium nasional di level Rp12.500 per kilogram.