Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak menampik bahwa penerimaan negara mengalami tekanan pada tahun ini akibat sejumlah keadaan tak terduga. Dia pun menyinggung intensifikasi penerapan pajak digital.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa sejumlah perusahaan, khususnya di sektor komoditas, sempat membayar pajak lebih tinggi dengan asumsi harga komoditas tahun 2022–2023 yang tidak lagi relevan. Itu menyebabkan restitusi (pengembalian pajak) harus dilakukan tahun ini.
“Misalnya batu bara pernah mencapai US$240 per ton, sekarang hanya US$140. Mereka membayar pajak berdasarkan harga tinggi sebelumnya, dan sekarang harus dikembalikan,” ujarnya seperti yang disiarkan kanal YouTube Bloomberg Television, dikutip Rabu (26/6/2025).
Selain itu, sambungnya, penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% ke 12% juga batal. Belum lagi dividen dari BUMN yang kini dikelola Danantara.
Hadapi tekanan tersebut, Sri Mulyani pun mengungkapkan pemerintah telah menyiapkan sejumlah taktik untuk meningkatkan penerimaan negara.
“Kami sedang membentuk joint task force untuk melihat potensi penerimaan dari sisi penegakan hukum, kepatuhan, dan kebocoran; termasuk perpajakan digital dari penggunaan platform dan sebagainya," ungkapnya.
Baca Juga
Di sisi belanja, Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan akan tetap menjaga disiplin anggaran. Setiap usulan program prioritas baru dari Presiden Prabowo Subianto akan dievaluasi dengan pendekatan trade-off, mengingat keterbatasan ruang fiskal yang ada.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan langkah itu merupakan bagian dari upaya menjaga kredibilitas fiskal di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan dan tekanan terhadap sumber penerimaan.
“Ini batas maksimal belanja negara tahun ini. Kalau ada prioritas baru, maka harus ada program yang dikorbankan agar tetap sesuai kemampuan fiskal,” tutupnya.
Pajak Seller e-Commerce
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mewajibkan perusahaan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia untuk memungut pajak penjualan para pedagang di platform tersebut.
Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyebut kebijakan ini didasari tugas pemerintah untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku UMKM yang berjualan secara daring dan UMKM yang berjualan secara luring.
"Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap pembahasan," ujar Rosmauli kepada Bisnis, dikutip Kamis (26/6/2025).
Hanya saja, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani belum memastikan kapan aturan baru tersebut akan berlaku. Rosmauli meminta setiap pihak bersabar karena pemerintah akan memberikan penjelasan lebih lanjut usai aturan resminya terbit.
"Kapan berlakunya nanti akan diatur oleh ketentuan tersebut," ucapnya.
Pemerintah sudah pernah mengeluarkan regulasi serupa pada akhir 2018, yang mewajibkan semua operator e-commerce untuk membagikan data penjual dan membuat mereka membayar pajak atas pendapatan penjualan. Hanya saja, aturan tersebut dicabut tiga bulan kemudian karena penolakan dari pelaku industri.