Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos The Fed Lapor ke Parlemen AS, Bahas Alasan Tahan Suku Bunga

Jerome Powell akan memberikan kesaksian di hadapan parlemen AS pekan ini dan akan menyampaikan alasan The Fed terus menahan suku bunga.
Jerome Powell, Ketua Federal Reserve AS, dalam sebuah konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, pada Rabu (18/6/2025)/Bloomberg-Kent Nishimura
Jerome Powell, Ketua Federal Reserve AS, dalam sebuah konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, pada Rabu (18/6/2025)/Bloomberg-Kent Nishimura

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Federal Reserve Jerome Powell dijadwalkan akan memberikan kesaksian di hadapan parlemen AS pekan ini. 

Melansir Bloomberg pada Selasa (24/6/2025) Powell akan mencoba menjelaskan alasan bank sentral tetap mempertahankan suku bunga acuan hingga setidaknya September, meski terus ditekan oleh Presiden Donald Trump agar segera menurunkannya.

Powell akan tampil di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS pada Selasa pukul 10.00 waktu setempat dan kembali bersaksi keesokan harinya di Komite Perbankan Senat. 

Kesaksian ini dilakukan hanya beberapa hari setelah The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga untuk keempat kalinya secara berturut-turut. Kondisi ini juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik menyusul serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran yang memicu kekhawatiran lonjakan harga minyak dan guncangan terhadap ekonomi global.

Dalam pernyataan resminya nanti, Powell diperkirakan akan mengulangi pesan dari konferensi pers pekan lalu, bahwa bank sentral masih dalam posisi cukup baik untuk menunggu dan melihat arah ekonomi sebelum mengambil langkah lebih lanjut terhadap suku bunga.

“Kami ingin mendapatkan lebih banyak data. Selama ekonomi tetap dalam kondisi solid, kami punya ruang untuk menunggu,” ujar Powell pekan lalu. 

Dia juga menegaskan bahwa beban tarif impor pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen akhir.

Hingga saat ini, kebijakan tarif pemerintahan Trump belum menunjukkan dampak signifikan terhadap lonjakan harga maupun peningkatan pengangguran yang dikhawatirkan sejumlah pembuat kebijakan. Bahkan, data inflasi inti pilihan The Fed diperkirakan hanya naik 0,1% pada Mei, menandai periode inflasi paling jinak dalam tiga bulan sejak 2020.

Dua gubernur The Fed, Christopher Waller dan Michelle Bowman, menyatakan dampak tarif terhadap harga kemungkinan bersifat sementara dan membuka peluang pemangkasan suku bunga pada Juli.

“Powell tampaknya enggan mengambil sikap tegas soal arah inflasi karena menilai risikonya terlalu tinggi jika penilaian keliru,” ujar James Egelhof, Kepala Ekonom AS di BNP Paribas.

Dampak Konflik Iran

Konflik antara Iran dan Israel yang kini turut melibatkan AS juga diprediksi akan menjadi topik pertanyaan dari anggota parlemen. AS baru saja melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, namun harga minyak belum menunjukkan lonjakan signifikan.

Dalam konferensi pers sebelumnya, Powell bersikap hati-hati dalam menanggapi isu tersebut. 

“Kami memantau situasi, seperti semua orang. Biasanya konflik di Timur Tengah memang memicu lonjakan harga energi, tapi biasanya bersifat sementara,” ujarnya. 

Powell menambahkan, gejolak harga minyak semacam itu jarang berdampak permanen terhadap inflasi.

Tekanan Politik dari Partai Republik

Sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik diperkirakan akan mendesak Powell memberikan pembelaan lebih tegas atas kebijakan menahan suku bunga. Meskipun demikian, sebagian di antaranya mengambil pendekatan lebih moderat dibandingkan Presiden Trump.

Dan Meuser, anggota Komite Jasa Keuangan dari Pennsylvania, melalui media sosial mengatakan, Powell layak diapresiasi karena mampu menavigasi tantangan ekonomi yang sangat berat. 

“Namun dengan inflasi mulai turun dan pasar tenaga kerja masih kuat, manfaat dari penurunan suku bunga menjadi semakin jelas," lanjutnya.

Sementara itu, Trump terus melancarkan serangan verbal terhadap Powell, termasuk menyebutnya sebagai salah satu orang paling bodoh dan merusak di pemerintahan.

Dalam pertemuan dengan Trump pada Mei lalu, Powell menegaskan bahwa keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) selalu didasarkan pada analisis yang hati-hati, objektif, dan bebas dari unsur politik.

“Dia akan tetap tenang dan tak tergoyahkan,” ujar Mark Gertler, profesor ekonomi dari New York University.

Di sisi lain, dukungan mungkin akan datang dari anggota Partai Demokrat yang khawatir independensi The Fed sedang terancam oleh tekanan politik dari kubu Republik.

Regulasi Perbankan dan Cadangan Bank

Isu lainnya yang juga mungkin dibahas dalam kesaksian Powell adalah arah regulasi sektor keuangan. Pemerintahan Trump mendorong pelonggaran aturan, termasuk dengan menunjuk Michelle Bowman sebagai penanggung jawab kebijakan pengawasan di The Fed. 

Bowman baru-baru ini menyarankan agar regulator meninjau kembali aturan rasio leverage tambahan yang diberlakukan sejak krisis 2008.

Aturan tersebut mengharuskan bank untuk menahan modal dalam jumlah tertentu terhadap aset yang dimilikinya. Menurut laporan Bloomberg, The Fed dan regulator lainnya tengah mempertimbangkan pelonggaran aturan ini untuk meningkatkan likuiditas pasar obligasi pemerintah AS senilai US$29 triliun.

Powell juga diprediksi akan mendapat pertanyaan mengenai usulan kontroversial dari Senator Republik Ted Cruz yang ingin melarang The Fed membayar bunga atas cadangan bank. 

Cruz mengklaim kebijakan itu bisa menghemat anggaran hingga US$1,1 triliun dalam satu dekade, meski banyak analis menilai hal tersebut akan melemahkan kendali The Fed atas suku bunga jangka pendek.

Ketua Komite Perbankan Senat Tim Scott memang sempat menggagalkan penggabungan usulan tersebut ke dalam paket kebijakan fiskal Trump, namun tidak sepenuhnya menolaknya.

Mekanisme pembayaran bunga atas cadangan bank saat ini berfungsi sebagai batas bawah suku bunga pasar uang harian, dan menghindari bank melakukan pinjaman di bawah target The Fed.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper