Bisnis.com, JAKARTA - Utang pemerintah Amerika Serikat diperkirakan mampu melonjak hingga 250% PDB tanpa memicu kenaikan suku bunga. Namun ancaman keberlanjutan fiskal menjadi hal yang perlu dicermati.
Hal tersebut diungkapkan oleh riset yang dipresentasikan dalam konferensi tahunan Federal Reserve di Jackson Hole, Wyoming. Laporan tersebut ditulis oleh Adrien Auclert (Stanford University), Hannes Malmberg (University of Minnesota), Matthew Rognlie (Northwestern University), dan Ludwig Straub (Harvard University).
Melansir Bloomberg pada Senin (25/8/2025), riset itu menyebut, selama konsolidasi fiskal belum terjadi, akan ada perlombaan antara meningkatnya permintaan aset akibat penuaan populasi dan meningkatnya penerbitan utang untuk membiayai belanja pemerintah.
“Tanpa penyesuaian besar, pasokan utang pada akhirnya akan melampaui permintaan, memaksa suku bunga naik. Namun, dalam skenario dasar kami, rasio utang jangka panjang bisa didorong hingga 250% dari PDB tanpa menaikkan suku bunga,” jelas riset tersebut.
Pergeseran fiskal itu mencuat setelah Kongres AS yang dikuasai Partai Republik meloloskan One Big Beautiful Bill Act pada Juli lalu. UU tersebut memicu perdebatan soal dampak kenaikan utang terhadap biaya pinjaman. Hingga akhir 2024, utang pemerintah AS yang dipegang publik setara 97% dari PDB.
Kantor Anggaran Kongres (CBO) pada proyeksi Januari memperkirakan rasio utang terhadap PDB akan naik menjadi 117% pada 2034. Namun, setelah UU itu disahkan, CBO menilai beban utang akan bertambah 9,5 poin persentase di atas proyeksi awal.
Baca Juga
Dalam paparannya pada Sabtu (23/8/2025) pekan lalu, Straub bersama tim mengambil perspektif jangka panjang.
“Perhitungan kami menunjukkan bahwa pada tahun 2100, AS bisa mempertahankan rasio utang terhadap PDB 250% dengan suku bunga setara kondisi saat ini. Namun, pencapaian itu membutuhkan penyesuaian fiskal setidaknya 10% dari PDB,” tulis laporan tersebut.
Para peneliti juga memperingatkan, semakin lama penyesuaian fiskal ditunda, semakin besar pula risiko pasokan utang melampaui permintaan, yang pada akhirnya membuat utang pemerintah tidak berkelanjutan.