Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah indikator ekonomi makro mulai dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, hingga harga minyak mentah Indonesia alias Indonesia Crude Price atau ICP belum bergerak sesuai ekspektasi.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai jika mengikuti aturan, sebenarnya kondisi saat ini sudah memenuhi persyaratan pemerintah untuk melakukan penyesuaian pada APBN.
Melihat data Kementerian Keuangan soal perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) 2025 per Mei 2025, dari tujuh indikator, ICP dan inflasi masih dalam jangkauan pemerintah.
Sayangnya, Yusuf memandang pelaksanaan APBN Perubahan (APBN-P) tampaknya sulit dilakukan karena pemerintah punya sederet pekerjaan rumah, yakni perumusan APBN 2026.
“Apakah kemudian Pemerintah perlu melakukan penyesuaian dari asumsi makro, menurut saya ini akan tergantung pada apakah perubahan yang terjadi saat ini akan lebih banyak merugikan atau menguntungkan APBN,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (22/6/2025).
Misalnya, kata Yusuf, untuk harga komoditas saat ini meskipun berada pada kondisi geopolitik yang bisa mempengaruhi ICP pada asumsi makro namun harga minyak global, saat ini masih berada pada batas asumsi makro yang ditetapkan oleh pemerintah.
Baca Juga
“Dalam konteks tersebut, saya prediksi pemerintah tidak akan mengubah asumsi untuk ICP selama harga minyak belum melampaui asumsi ICP APBN,” lanjutnya.
Secara perinci melihat perkembangan ADEM 2025, pada saat rupiah terpengaruh dinamika global dan gejolak pasar keuangan akibat arah kebijakan AS, yield SBN justru terjaga dan relatif stabil meski menghadapi gejolak pasar uang dan dinamika global.
Imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang per 13 Juni 2025 sebesar 6,89%, bergerak mendekati asumsi 7%.
Pada periode yang sama, rupiah yang diasumsikan senilai Rp16.000 per dolar AS tercatat rata-rata senilai Rp16.437 (year to date/YtD). Sementara pada penutupan perdagangan Jumat (20/6/2025), rupiah bertengger di level Rp16.396,5 per dolar—lebih tinggi dari asumsi.
Perkembangan ADEM 2025
Indikator | APBN | Realisasi |
---|---|---|
Pertumbuhan ekonomi (%, YoY) | 5,2 | 4,87 (kuartal I/2025) |
Inflasi (%) | 2,5 | 1,6 (YoY), -0,37% (MtM) |
Nilai tukar (Rp/US$) | 16.000 | 16.237 (eop), 16.437 (YtD) |
Yield SBN 10 Tahun )%) | 7 | 6,89 (eop), 6,72 (YtD) |
ICP (US$/barel) | 82 | 62,75 (eop), 70,05 (YtD) |
Lifting minyak (rbph) | 605 | 657,9 |
Lifting gas (rbsmph) | 1.005 | 987,5 |
Sumber: Kemenkeu
Keterangan: realisasi akhir Mei 2025
eop: per 13 Juni 2025
YtD: per akhir Mei 2025
Pergerakan tersebut pun turut terjadi pada target ekonomi yang meski tetap tumbuh positif di tengah gejolak global, namun tidak sesuai harapan 5,2%. Pada kuartal I/2025, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,87% secara tahunan.
Sementara inflasi per Mei 2025 cukup rendah di level 1,6% year on year (YoY), namun masih dalam target pemerintah dan Bank Indonesia di kisaran 1,5%—3,5%.
Lifting minyak per akhir Mei tercatat sejumlah 567,9 ribu barel per hari, di bawah target 605 ribu barel per hari. Sementara lifting gas juga masih rendah di angka 987,5 ribu barel setara minyak per hari dari target 1.005 ribu barel setara minyak per hari.
Terakhir, harga ICP terpantau masih di bawah batas asumsi, yakni US$62,75 per barel dari target US$82 per barel.
Dalam sepekan terakhir sejalan dengan meningkatnya tensi Israel dengan Iran, ICP terpantau belum melonjak selayaknya Brent.
Di mana ICP pada akhir perdagangan Jumat (20/6/2025), berada di angka US$65,29 per barel—termasuk dalam level terendah sepanjang tahun ini—sementara Brent ditutup pada US$77,17 per barel usai mencapai level tertinggi sepanjang tahun ini pada 19 Juni 2025 senilai US$78,85 per barel.
Pada dasarnya asumsi makro menjadi acuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Misalnya, harga minyak global dan rupiah akan mempengaruhi besaran subsidi energi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menekankan bahwa APBN bukanlah sesuatu yang tetap, namun bergerak mengikuti kondisi perkembangan ekonomi, misalnya oleh kejadian perang yang berlangsung di sejumlah tempat.
Tiga indikator yakni ICP, lifting minyak, dan gas, selain dipengaruhi oleh kondisi di dalam negeri kita, terutama untuk sektor pertahanan minyak juga dipengaruhi oleh apa yang sekarang sedang berlangsung di Timur Tengah, yaitu perang antara Israel dengan Iran.
“Tadi karena semua bergerak, jadi APBN itu bukanlah sesuatu yang fix atau tetap, tapi dia terus-menerus mengalami dampak dari kondisi ekonomi yang bergerak,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Meski demikian, pemerintah terus melakuakn mitigasi khususnya soal pertumbuhan ekonomi dengan melalukan kebijakan countercyclical untuk menahan agar ekonomi tetap tumbuh mendekati 5% pada tahun ini.