Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk Satuan Tugas Khusus atau Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara. Para pakar tidak yakin Satgassus itu bisa memaksimalkan potensi perpajakan dari ekonomi tersembunyi alias shadow economy.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Haula Rosdiana menjelaskan bahwa dari sisi tata kelola kelembagaan, sebuah Satgassus bersifat ad-hoc alias tidak permanen dan tak memiliki struktur resmi.
Oleh sebab itu, dia tidak meyakini kerja-kerja Satgassus bisa lebih efektif daripada institusi atau lembaga yang resmi atau permanen. Apalagi, sambungnya, Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara akan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga lain seperti Direktorat Jenderal Pajak hingga Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Artinya, ada kerja sama lintas institusi. Padahal, Haula mengingatkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah pernah menyelenggarakan program bersama antar lembaga di Kemenkeu untuk mengoptimalisasi penerimaan negara, tetapi hasilnya tak sesuai harapan karena rasio pajak masih cenderung stagnan dari tahun ke tahun.
"Jadi semuanya ini harus dikembalikan kepada tadi, sekali lagi, bahwa ini adalah ad-hoc. Karena ad-hoc, tentu saja mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Apalagi ini lintas institusi," ujar Haula kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).
Adapun, program bersama antara Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara dengan Kemenkeu akan berfokus untuk memaksimalkan potensi pajak ataupun PNBP dari aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy) dan ekonomi bawah tanah (underground economy) seperti illegal fishing, illegal mining, illegal logging, dan sebagainya.
Baca Juga
Hanya saja, Haula menilai bahwa permasalahan shadow economy tidak hanya bisa diatasi dari sisi penegakan hukum sebagaimana tujuan dari pembentukan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara oleh Kapolri.
"Bukan masalah dari sisi hukum saja, tetapi kita sendiri itu sistem perpajakannya belum siap," jelasnya.
Profesor perempuan bidang perpajakan pertama di Indonesia ini menjelaskan dua alasan utama wajib pajak tak patuh. Pertama, kebijakan perpajakan yang menyusahkan wajib pajak.
Kedua, administrasi perpajakan yang belum kredibel hingga basis datanya belum relevan. Akibatnya, otoritas tak bisa memberi pelayanan dan sistem pengawasan perpajakan yang maksimal.
Oleh sebab itu, daripada membentuk Satgassus yang bisa memperumit adminstratif dan birokrasi, Haula mendorong realisasi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang merupakan janji politik Presiden Prabowo Subianto.
"BPN itu bukan hanya sekedar kelembagaan, tapi juga ada transformasi baik dari sisi kebijakan maupun transformasi dari segi administrasinya," nilai Haula.
Senada, Guru Besar Hukum Politik Perpajakan Nasional Universitas Islam Sultan Agung Edi Slamet Irianto menyampaikan bahwa shadow economy dan underground economy muncul akibat rumitnya peraturan antar lembaga dan banyaknya penguatan yang dibebankan kepada pelaku ekonomi.
Edi tidak yakin pendekatan hukum seperti yang ditawarkan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara bisa memaksimalkan potensi penguatan shadow economy. Dia mencontohkan, lembaga pengawasan dan penegakan hukum yang sudah lama berdiri dengan bermacam nama tidak mampu mengeliminasi aktivitas ekonomi ilegal.
"Harus ada pendekatan secara komprehensif dan holistik, terutama pada lembaga pemegang kewenangan perizinan dan pemungutan penerimaan negara," ujar Edi kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).
Dia meyakini Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN) yang berada di luar Kementerian Keuangan bisa menjadi jawabannya. Menurutnya, BOPN bisa memberikan kepastian hukum karena aturan dan kebijakan pemungutan tersentralisasi.
Dengan begitu, sambungnya, pemerintah maupun masyarakat dapat menghitung berapa beban yang harus dipikul oleh masyarakat kepada negara. Diharapkan, masyarakat dapat menghitung dan merencanakan secara lebih baik pembayaran pajak/PNBP kepada negara.
"Bila ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka rakyat akan lebih percaya kepada negara yang ujungnya penerimaan negara akan meningkat," katanya.
Oleh sebab itu, Edi menjelaskan tujuan utama pembentukan BOPN bukan untuk meningkatkan penerimaan negara secara langsung melainkan peningkatan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Peningkatan penerimaan negara merupakan hasil sampingan dari tumbuhnya kepercayaan dan kepatuhan masyarakat.
Selain itu, mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran itu berpendapat bahwa BOPN juga bisa mempersingkat dan memperpendek birokrasi.