Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Menjerit! Harga Ayam Anjlok Imbas Daya Beli Merosot

Pedagang hingga pengusaha ayam mulai mengeluhkan penurunan daya beli yang berdampak pada penjualan yang juga merosot.
Peternak memberi pakan pada ayam ras petelur di Serpong, Tangerang Selatan. Bisnis/Himawan L Nugraha
Peternak memberi pakan pada ayam ras petelur di Serpong, Tangerang Selatan. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha unggas mengungkap harga ayam kian merosot imbas daya beli masyarakat yang menurun.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) Ahmad Dawami mengatakan penurunan daya beli masyarakat berdampak pada harga ayam yang semakin jauh dari harga acuan pembelian (HAP).

Di sisi lain, Dawami mengungkap bahwa saat ini pasokan dagang ayam di rumah potong masih melimpah.

“Yang pertama, penyebabnya sudah pasti antara supply dengan demand yang tidak berimbang. Ketidakberimbangan ini disebabkan yang utama adalah penurunan demand yang di mana-mana,” ungkap Dawami saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/6/2025).

Dawami menuturkan bahwa para pedagang hingga pengusaha ayam mulai mengeluhkan penurunan daya beli yang berdampak pada penjualan yang juga merosot.

“Mereka memang terjadi penurunan pembelian. Daya belinya memang turun,” ujarnya.

Selain itu, Dawami mengatakan bahwa ayam memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan telur lantaran sifatnya yang tak tahan lama dan mahal dalam segi pemeliharaan.

Misalnya saja, ungkap dia, saat harga ayam turun dan harga di pasar tidak menyesuaikan, maka peternak tidak bisa langsung menjualnya. Alhasil, jika ayam tidak segera dijual, maka harga pokok penjualan (HPP) akan terus membengkak.

“Kalau terjadi penurunan harga [ayam] hari ini dan kemudian tidak diikuti harga market-nya, dia simpan, kan besoknya dia pasti akan naik lagi HPP-nya, karena [ayam] dikasih makan dan ada kemungkinan ada kematian juga. Karena itu sifat daripada ayam yang mudah rusak atau perishable product. Nah, ini penyebab utamanya sebenarnya,” bebernya.

Lebih lanjut, Dawami juga meminta agar Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mengoreksi harga acuan penjualan (HAP). Menurutnya, HAP ideal untuk ayam hidup alias livebird berada di kisaran Rp20.000–Rp22.000.

Bapanas sebelumnya mengungkap livebird hingga telur ayam ras berada dalam status waspada lantaran harganya yang semakin menjauhi HAP.

Deputi III Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas Andriko Noto Susanto mengatakan harga livebird dan telur ayam ras di tingkat produsen secara nasional berada di bawah HAP.

Berdasarkan catatan Bapanas, per 14 Juni 2025, harga livebird di tingkat produsen dibanderol Rp20.087 per kilogram atau lebih rendah 19,65% di bawah HAP. Kondisi yang sama juga terjadi dengan telur ayam ras yang dibanderol Rp24.621 per kilogram atau 7,09% di bawah HAP.

“Ini sebenarnya patut kita waspadai jangan sampai kemudian turun terus yang mengakibatkan para produsen agak kurang bersemangat kemudian memproduksi livebird,” kata Andriko dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Senin (16/6/2025).

Andriko merincikan, sebanyak 82 kabupaten/kota sentra dengan harga livebird di bawah HAP pada minggu kedua Juni 2025. Pada periode yang sama, sebanyak 102 kabupaten/kota sentra dengan harga telur ayam ras di bawah HAP.

Adapun, Bapanas telah menggelar rapat koordinasi SPHP telur dan daging ayam ras pada 12 Juni 2025, agar harga kedua komoditas ini tidak terlalu jatuh. Salah satu keputusannya adalah melakukan penyerapan daging ayam dan telur melalui program makan bergizi gratis (MBG).

“Kami rumuskan yang pertama adalah upaya penyerapan dan stabilisasi harga. Jadi kami berharap program MBG dengan memanfaatkan 1.663 SPPG ini dapat menyerap telur dan ayam untuk program tersebut,” ungkapnya.

Kedua, melalui dukungan lintas sektor dan pengawasan. Dalam hal ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mendorong kerja sama antardaerah (KAD) dan penggunaan dana BTT/APBD untuk penyerapan. Sementara itu, Satuan Tugas (Satgas) Pangan melakukan pengawasan terhadap praktik jual beli yang merugikan peternak.

Ketiga, Bapanas mengungkap ada tindak lanjut dan fasilitas business matching, yakni berupa pemetaan data peternak dan SPPG serta pelaksanaan business matching antara SPPG dan produsen/peternak di daerah sentra untuk mempercepat penyerapan produk peternak rakyat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper