Bisnis.com, JAKARTA — Danny Darussalam Tax Center alias DDTC mendorong agar Komite Pengawas Perpajakan ikut naik level, apabila Presiden Prabowo Subianto membentuk Badan Penerimaan Negara.
Pendiri DDTC Darussalam mengakui bahwa rasio pajak (tax ratio) terhadap PDB selalu berada di bawah 11% dalam satu dekade terakhir. Oleh sebab itu, ada permasalahan administrasi dan kelembagaan dalam pengumutan pajak.
Dia pun menilai perlunya perbaikan administrasi dan kelembagaan lewat pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Hanya saja, sambungnya, BPN tidak akan menyelesaikan akar permasalahan apabila tidak diikuti perbaikan hukum dan kebijakan—begitu juga sebaliknya.
Darussalam pun mencontohkan selama ini lembaga penerimaan negara seperti Direktorat Jenderal Pajak satu level dengan Komite Pengawasan Perpajakan karena sama-sama di bawah Kementerian Keuangan.
Oleh sebab itu, jika Presiden Prabowo menaikkan level lembaga penerimaan negara seperti Direktorat Jenderal Pajak menjadi BPN yang selevel dengan kementerian maka Komite Pengawas Perpajakan juga harus ikut naik level menjadi lembaga setara kementerian.
Dia mengingatkan bahwa Komite Pengawas Perpajakan merupakan satu-satunya lembaga negara yang tugas utamanya melindungi wajib pajak. Oleh sebab itu, levelnya harus tetap setara dengan lembaga yang memungut wajib pajak.
Baca Juga
"Kalau [Komite Pengawas Perpajakan] gak naik kelas, saya khawatirnya bahwa kedudukan, hak-hak wajib pajak, itu akan menjadi lemah," jelas Darussalam dalam acara ISNU Forum di Kantor PBNU, Rabu (11/6/2025).
Selain itu, sambungnya, BPN juga tidak boleh mengerjakan semua fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Oleh sebab itu, dia mendorong pembagian kekuasaan dengan lembaga lain yang setara.
Darussalam mencontohkan jika BPN bertugas mengeksekusi pemungutan perpajakan dan sumber penerimaan lain maka Kementerian Keuangan harus tetap menjadi lembaga yang bertugas membuat aturan teknis terkait pemungutan tersebut.
"Jangan sampai nanti semua itu dipegang oleh Badan Penerimaan Negara-nya, baik kebijakannya dia buat sendiri, dia eksekusi sendiri, dia akan menghukum sendiri, gitu kan. Nah harus ada distribusi kekuasaan," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengkritisi usulan Darussalam. Menurutnya, wajib pajak sudah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan sehingga tidak perlu menaikkan level Komite Pengawas Perpajakan.
Misbakhun mengklaim konstitusi tidak mengamanatkan Komite Pengawas Perpajakan menjadi pelindung wajib pajak.
"Pelindungnya, hak dan kewajibannya wajib pajak, itu diatur di Undang-undang, lengkap. Kewajibannya kepada negara apa, hak kamu apa. Jadi jangan men-simplify. Persoalan-persoalan itu tidak bisa sesederhana itu," katanya pada kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, legislator Fraksi Partai Golkar itu meyakini pembentukan BPN hanya persoalan keputusan politik. Sementara secara teknis, sambungnya, BPN memnag diperlukan karena berbagai data menunjukkan ada persoalan dalam pengumutan penerimaan negara.
"Karena apa? Kalau kemudian kita mengacu dari yang namanya Asta Cita Bapak Presiden, ini sudah menjadi visi-visi, menjadi program yang harus dieksekusi. Tapi semuanya kembali kepada Bapak Presiden," titip Misbhakun.