Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai bahwa perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) bisa menjadi angin segar untuk menarik peluang investasi ke Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, Indonesia harus mengambil peluang dari perjanjian IEU—CEPA.
“Karena ini CEPA, bukan cuma FTA [free trade agreement] yang sifatnya untuk perdagangan barang saja. Berarti kita perlu memanfaatkan juga potensi manfaat dari kerja sama di sektor jasa dan juga investasi [dengan Uni Eropa],” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, pemerintah perlu mengoptimalkan potensi kerja sama dengan Uni Eropa di sektor jasa dan investasi, salah satunya melalui pengembangan sumber daya manusia (SDM).
“Investasi yang lebih banyak dari Eropa, dari Uni Eropa, dan juga di sektor jasa, misalnya asistensi untuk pengembangan SDM kita, termasuk juga untuk industri, bagaimana caranya supaya bisa mencapai standar yang ditetapkan oleh Uni Eropa,” ujarnya.
Pasalnya, Faisal menjelaskan bahwa hambatan non-tarif merupakan isu terbesar bagi Indonesia ke Uni Eropa. Untuk itu, menurutnya, jika Indonesia tidak bisa menurunkan hambatan non-tarif, maka alternatif lain yang bisa diambil adalah dengan memenuhi standar Uni Eropa melalui kerja sama yang terjalin dari adanya perjanjian IEU—CEPA.
Baca Juga
Di samping itu, Faisal menambahkan bahwa pemerintah perlu mendorong agar produk yang diekspor ke Uni Eropa bukan hanya berorientasi pada komoditas, melainkan juga mengarah pada produk manufaktur.
“Kita mestinya lebih banyak ke produk-produk turunan manufaktur yang punya nilai tambah lebih tinggi. Itu yang mestinya didorong dengan adanya IEU-CEPA, bukan ke komoditas lagi,” terangnya.
Namun, Faisal mengatakan bahwa tudingan terkait ekspor kelapa sawit Indonesia yang dianggap Uni Eropa menyebabkan deforestasi juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, meski Indonesia menang dalam gugatan terhadap Uni Eropa.
“Semestinya kalau kita kemarin menang dalam dispute, bisa membantu untuk penetrasi, karena berarti tuduhan tersebut yang bisa berdampak terhadap dihambatnya ekspor palm oil mestinya tidak jadi. Tapi mereka bisa mengenakan hambatan dalam bentuk yang non-tarif,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah segera merampungkan perundingan IEU—CEPA yang kini sudah memasuki tahapan akhir.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia dan Uni Eropa telah mencapai kesepakatan penting dalam menyelesaikan tahapan akhir perundingan IEU—CEPA, yang diharapkan dapat membawa manfaat bagi masyarakat dan pelaku usaha nasional.
Adapun, Menko Airlangga membidik laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa bisa naik lebih dari 50% dalam 3 hingga 4 tahun ke depan.
“Pemerintah optimistis bahwa pelaksanaan IEU—CEPA dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke Uni Eropa lebih dari 50% dalam 3 hingga 4 tahun ke depan,” ujar Airlangga dalam unggahan di akun Instagram resminya, @airlanggahartarto_official, dikutip pada Senin (9/6/2025).
Selain itu, Airlangga menyebut perjanjian IEU—CEPA juga membuka peluang investasi strategis dari Eropa ke Indonesia. Hal ini seiring dengan meningkatnya kepercayaan terhadap sistem hukum dan kebijakan dalam negeri.
Dia mengatakan bahwa pemerintah terus berkomitmen memperluas akses pasar ekspor, memperkuat industri dalam negeri, dan menciptakan lapangan kerja melalui penyelesaian berbagai perjanjian perdagangan strategis.
Adapun, dari sisi strategis, perjanjian IEU—CEPA bisa memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah global. “Dengan terbukanya pasar dan penghapusan hambatan tarif, IEU—CEPA menjadi momentum penting untuk meningkatkan daya saing nasional,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar kelima bagi Indonesia, dengan total nilai perdagangan yang mencapai US$30,1 miliar pada 2024. Neraca perdagangan tetap mencatatkan surplus bagi Indonesia, atau meningkat dari US$2,5 miliar pada 2023 menjadi US$4,5 miliar pada tahun lalu.