Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Imron Rosyadi

Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta

Imron Rosyadi dosen Jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Goyahnya Keyakinan Konsumen

IKK menggambarkan persepsi optimis, atau pesimis konsumen terhadap kondisi ekonomi.
Ilustrasi UMKM/surakarta.go.id
Ilustrasi UMKM/surakarta.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Sektor konsumsi rumah tangga tampaknya akan terus menjadi primadona dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya pada triwulan I/2025, kontribusi konsumsi masyarakat terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai sekitar 54,53%.

Sementara sektor pembentuk PDB yang lain, investasi (21%), belanja pemerintah (15%) dan ekspor neto (10%). Namun, diprakirakan besarnya proporsi konsumsi itu akan terus mengalami penurunan, terutama dipengaruhi oleh pelemahan daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir.

Walhasil, menjaga stabilitas pertumbuhan konsumsi masyarakat menjadi keniscayaan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) merupakan salah satu indikator perkembangan konsumsi rumah tangga. IKK mengungkap keyakinan konsumen ihwal kondisi ekonomi saat ini, dan ekspektasi terhadap perekonomian di masa depan.

Melemahnya Optimisme

IKK menggambarkan persepsi optimis, atau pesimis konsumen terhadap kondisi ekonomi. Jika nilai IKK lebih dari 100 berarti konsumen optimis, sementara jika nilai IKK kurang dari 100 berarti konsumen pesimis.

Mencermati perkembangan IKK dalam 3 bulan terakhir, kendati nilai IKK berada dalam kisaran optimis, tetapi angka IKK mengalami penurunan secara beruntun. IKK pada Januari 2025 sebesar 127,2. Kemudian Februari (126,4) dan Maret (121,1).

Pada April 2025, IKK mengalami kenaikan tipis menjadi 121,7. Hal ini lantaran penurunan belanja masyarakat yang masih dipengaruhi tekanan daya beli masyarakat, terutama kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Walhasil, pertumbuhan konsumsi rumah tangga cenderung stagnan. Sebagaimana data terkini yang dirilis BPS (2025) mengonfirmasikan konsumsi masyarakat pada triwulan I/2025 mengalami pertumbuhan sebesar 4,89% (YoY). Angka ini lebih rendah dari pertumbuhan konsumsi tahun sebelumnya yang mencapai 4,91% (YoY).

Penurunan optimisme konsumen secara beruntun, dan pertumbuhan konsumsi yang cenderung stagnan, tidak bisa dipandang remeh. Sebab, imbasnya laju pertumbuhan ekonomi nasional menjadi terganggu. Serta target akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam 5 tahun mencapai 8%, semakin terjal.

Faktanya, petumbuhan ekonomi pada triwulan I/2025 mengalami perlambatan yang serius, yakni hanya mencapai 4,87%. Angka ini jauh di bawah pertumbuhan yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,2% (YoY).

Berdasarkan hasil survei konsumen yang dirilis BI (2025), penurunan IKK disebabkan oleh penurunan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). IKE mengalami penurunan dari 114,2 (Februari) menjadi 110,6 (Maret). Kondisi yang sama terjadi pada IEK, yakni turun dari 138,7 (Februari) menjadi 131,7 (Maret).

Baik IKE maupun IEK mengungkapkan ihwal melemahnya optimisme konsumen terhadap kondisi penghasilan; ketersediaan lapangan kerja; pembelian barang tahan lama; kegiatan usaha saat ini dan ke depan. Sehingga bisa diproposisikan terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan pelemahan optimisme konsumen. Bahkan berpotensi masuk dalam zona pesimisme konsumen.

Pertama, pelemahan daya beli masyarakat. Rendahnya tingkat inflasi (2,5%) tidak serta merta dimaknai, harga-harga barang tidak mengalami kenaikan atau terjangkau bagi masyarakat. Namun, lebih tepatnya adanya penurunan permintaan konsumen secara agregat di tengah stabilitas harga komoditas.

Kondisi itu terkonfirmasi dari terjadinya deflasi pada Maret 2025 sebesar -0,04% (MtM) pada kelompok bahan makanan bergejolak, seperti, cabai rawit, telur ayam ras dan daging ayam ras. Serta didukung pasokan cabai rawit yang meningkat, dan biaya pakan ternak yang menurun.

Pelemahan daya beli masyarakat juga dipengaruhi kondisi pendapatan masyarakat yang cenderung stagnan dari tahun ke tahun. Bahkan merosot, lantaran kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga terpaksa harus beralih ke pekerjaan sektor informal.

Kedua, ketersediaan lapangan pekerjaan. Gelombang PHK yang terjadi 2 tahun terakhir memicu terbatasnya lapangan pekerjaan. Hingga Desember 2024 terdapat PHK sebanyak 77.965 orang, dan hingga Februari 2025 (18.610 orang).

Ketiga, kondisi kegiatan usaha. Masih lesunya kegiatan usaha memengaruhi lemahnya optimisme konsumen. Terutama kelompok skala usaha UMKM. Kondisi ini lantaran terbatasnya ruang ekspansi usaha, karena kebijakan perbankan yang memperketat penyaluran kredit.

Keempat, pembelian barang tahan lama. Turunnya volume pembelian barang tahan lama, seperti komoditas otomotif, perabot, elektronik, peralatan rumah tangga, perhiasan, perangkat lunak/keras komputer dan peralatan olahraga, juga mengindikasikan goyahnya optimisme konsumen.

Relaksasi Kebijakan

Dengan demikian, diperlukan kebijakan relaksasi, atau stimulus ekonomi yang tepat sasaran. Dari sisi permintaan (konsumen), pemerintah dituntut kebijakan stimulus yang mampu mengungkit daya beli masyarakat. Tentu bukan sekedar bantuan sosial tunai, atau makan bergizi gratis yang membutuhkan anggaran besar, tetapi kurang berdampak luas.

Misalnya, meningkatkan belanja pemerintah untuk mendorong investasi yang berimbas pada perluasan lapangan pekerjaan. Selain itu, keringanan pajak, biaya dan tarif layanan publik bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Diperlukan juga kebijakan stimulus untuk mendorong tumbuhnya industri ekonomi kreatif dan pariwisata. Serta kreativitas kabinet merah putih untuk menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Sehingga diharapkan banyak tercipta lapangan pekerjaan baru.

Dari sisi penawaran (produsen), pemerintah dituntut memulihkan kembali gejala deindustrialisasi selama 2 tahun terakhir, terutama pada industri maunfaktur tekstil dan produk tekstil. Selain kebijakan proteksi bagi industri manufaktur domestik, juga diperlukan kebijakan stimulus ekonomi yang membangkitkan industri manufaktur domestik, dan UMKM.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Imron Rosyadi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper