Bisnis.com, JAKARTA - Smelter nikel milik PT QMB New Energy Materials Co. Ltd, di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) telah beroperasi kembali pascabencana longsor yang menyebabkan hampir seluruh produksi dihentikan.
Melansir dari Bloomberg, Jumat (9/5/2025), smelter QMB saat ini baru beroperasi 70% hingga 80% dari total kapasitas, menurut orang-orang yang mengetahui hal ini.
QMB adalah perusahaan patungan antara GEM Co.,Ltd., Tsingshan Holding Group, Brunp (anggota Contemporary Amperex Technology Co., Ltd., atau CATL) dari China, Ecopro BM dari Korea Selatan, dan Hanwa Co., Ltd., dari Jepang.
GEM, investor utama di QMB, belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar Bloomberg.
Adapun, QMB memproduksi nickel cobalt dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP) sebesar 50.000 ton per tahun.
Bulan lalu, Bloomberg memberitakan bahwa QMB menghentikan hampir seluruh produksinya setelah terjadi longsor di area tailing atau penyimpanan limbah milik Perusahaan, yang menewaskan dua pekerja dan membuat satu orang lainnya hilang.
Baca Juga
Penghentian produksi tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang potensi ketatnya pasokan dalam jangka pendek.
Sebelumnya, Head of Media Relations Department IMIP Dedy Kurniawan tak memungkiri bahwa produksi PT QMB terganggu akibat insiden tersebut. Namun, PT QMB tetap melakukan produksi.
"[Produksi] terganggu iya, tapi operasional produksi bisa menyesuaikan sehingga tetap berjalan normal," kata Dedy kepada Bisnis, Rabu (16/4/2025).
Indonesia menyumbang lebih dari setengah produksi nikel dunia. Bahan baku baterai ini mengalami surplus dalam beberapa tahun terakhir, tetapi pasokan MHP masih tergolong ketat.
Di sisi lain, insiden di QMB juga meningkatkan sorotan terhadap penggunaan smelter dengan teknologi high-pressure acid leaching (HPAL). Teknologi ini memungkinkan produsen menggunakan bijih berkadar rendah untuk mengekstraksi logam. Namun, menghasilkan volume limbah yang sangat besar.