Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sosiwijono Moegiarso menyampaikan saat ini pemerintah berupaya negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menurunkan tarif resiprokal 32% dan direncanakan bakal rampung pada awal Juni mendatang.
Susi menjelaskan pada dasarnya tarif resiprokal hanyalah satu dari empat tarif yang AS kenakan kepada Indonesia.
Dari keempat tarif tersebut, hanya tarif resiprokal—yang Donald Trump umumkan pada 2 April 2025—yang dapat dinegosiasikan dan berharap nantinya akan lebih rendah.
“Hanya tarif resiprokal [yang dinegosiasikan]. Tarif yang lain memang tidak dibuka ruang untuk negosiasi,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Forum, Rabu (7/5/2025).
Selain tarif resiprokal, apa saja tarif yang Pemerintah AS kenakan kepada RI?
Pertama, tarif Most Favoured Nation (MFN) atau tarif bea masuk yang dikenakan terhadap impor dari negara anggota World Trade Organization (WTO).
Baca Juga
Tarif tersebut bersifat normal atau sudah dikenakan jauh-jauh hari. Susi menjelaskan dalam hal ini, tarif tertinggi yang dikenakan kepada Indonesia sebesar 37% untuk komoditas tekstil dan alas kaki.
Kedua, dari tarif MFN tersebut terdapat tambahan tarif dasar atau baseline sebesar 10%. Di mana tarif tersebut oleh Presiden AS Donald Trump dikenakan secara merata kepada seluruh negara dan mulai berlaku sejak 2 April lalu.
Ketiga, tarif tambahan sektoral sebesar 25% tertentu seperti besi dan baja, aluminium, mobil, dan suku cadang mobil yang berasal dari negara manapun.
“Tambahan 10% sudah berlaku dan tambahan sektoral juga berlaku [di tengah negosiasi tarif resiprokal]. Kebetulan Indonesia kan kecil untuk ekspor komoditas yang kena sektoral,” lanjut Susi.
Keempat, tarif resiprokal yang ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025 dan baru akan berlaku pada Juli mendatang.
Susi mengungkapkan saat ini negosiasi terus berlangsung dengan pihak AS, tetapi dirinya tidak dapat membagikan lebih lengkap progresnya.
Meskipun tarif lainnya tidak diberikan ruang negosiasi, tetapi sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato berharap adanya tarif yang berimbang antara AS dan Indonesia apabila Indonesia memenuhi keinginan Trump untuk membuat neraca dagang imbang.
Pasalnya, saat ini tarif MFN tekstil dan garmen berada di rentang 10%—37%. Artinya, dengan diberlakukannya 10% tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10% ditambah 10%, ataupun 37% ditambah 10% atau dengan rentang 20%—47%.
Dalam pertemuannya bersama US Trade Representative (USTR) maupun US Secretary of Commerce beberapa waktu lalu di Washington, Airlangga menekankan bahwa AS turut meminta tarif berimbang, termasuk untuk komoditas unggulan tersebut.
“Bila AS sudah diberikan tarif berimbang, maka Indonesia berharap kepada 20 unggulan ekspor diberikan tarif berimbang pula, dan tarif tersebut tidak lebih tinggi dari negara pesaing Indonesia,” lanjutnya.