Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi permintaan pengusaha kelapa yang meminta agar diberlakukannya moratorium ekspor kelapa selama 6 bulan. Permintaan ini seiring dengan terjadinya krisis bahan baku kelapa yang terjadi di dalam negeri.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir menuturkan pengaturan larangan dan pembatasan untuk ekspor-impor harus disepakati pada rakor yang diselenggarakan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Farid menjelaskan hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Perdagangan (PP 29/2021).
“Oleh sebab itu, proses usulan moratorium saat ini masih dibahas bersama di Menko Perekonomian,” kata Farid kepada Bisnis, Selasa (29/4/2025).
Ketua Harian Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki) Rudy Handiwidjaja sebelumnya memandang pemerintah perlu melakukan moratorium ekspor kelapa lantaran sudah banyak industri yang sudah tidak bisa memproduksi kelapa bulat.
“Hipki selalu mengusulkan kepada pemerintah untuk kita lakukan moratorium ekspor kelapa, jadi kita larang ekspor kelapa selama 6 bulan,” kata Rudy saat dihubungi Bisnis, Jumat (25/4/2025).
Baca Juga
Adapun, alasan di balik perlunya moratorium ekspor kelapa paling lama 6 bulan ini agar tidak berdampak buruk pada penurunan harga kelapa di dalam negeri yang bisa merugikan petani dan pedagang.
Namun, Rudy menyebut pengajuan moratorium ekspor kelapa ini sudah bergulir sejak September tahun lalu dan belum mendapatkan sinyal dari pemerintah.
“Jangankan 6 bulan, kita mengajukan moratorium aja pemerintah ini sampai sekarang belum dengarkan, belum laksanakan. Padahal kami sudah berjuang dari mulai September 2024,” ungkapnya.
Kondisi Dalam Negeri
Lebih lanjut, Rudy menyampaikan kondisi kelapa bulat dalam negeri tengah dalam krisis, ditambah pula dengan ekspor yang melonjak ke China. Kurangnya bahan baku ini bukan hanya terjadi di konsumsi rumah tangga alias pasar tradisional, melainkan juga untuk industri.
Alhasil, Rudy menyampaikan harga kelapa di pasar tradisional kini dibanderol di kisaran Rp25.000–Rp30.000 per butir. Di samping harganya yang menanjak, komoditas ini juga sulit ditemukan lantaran produksi kelapa di industri yang hanya mencapai 40%—50% lantaran cuaca hingga pohon kelapa yang sudah menua.
“Bahkan ada industri kita, anggota dari Hipki itu yang sudah tidak jalan sama sekali. Sudah tidak jalan sama sekali karena memang kekurangan bahan baku,” ungkapnya.
Rudy menjelaskan, kondisi ini terjadi lantaran dipengaruhi dua faktor. Pertama, imbas cuaca tahun lalu, di mana terjadi El Nino yang menyebabkan produksi kelapa di tingkat petani hanya mencapai 40%.
“Ditambah lagi karena semua negara-negara itu kekurangan kelapa dan sudah tidak boleh ekspor, hanya Indonesia yang boleh ekspor, sehingga negara-negara dari luar itu membeli kelapa dari Indonesia,” tandasnya.