Bisnis.com, JAKARTA — World Bank alias Bank Dunia mengungkapkan persentase penduduk miskin di Indonesia menjadi yang tertinggi kedua di antara negara-negara berkembang Asean, apabila dihitung sesuai standar ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mengungkapkan 60,3% penduduk Indonesia masih tergolong miskin pada 2024.
Persentase tersebut berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas yaitu pengeluaran per kapita sebesar US$6,85 per hari atau sekitar Rp38.411,37 per hari. Perhitungan itu menggunakan PPP Conversion Factor (yang nominalnya berbeda untuk setiap negara), yakni berdasarkan catatan Bank Dunia, PPP conversion factor Indonesia 2017 adalah 5.607,5.
Artinya, orang yang pengeluaran per kapita per harinya di bawah Rp38.411,37, atau sekitar Rp1,15 juta per bulan, termasuk kategori miskin.
Bank Dunia sendiri sudah mengategorikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas pada 2023, usai mencapai gross national income (GNI) atau pendapatan nasional bruto sebesar US$4.580 per kapita. Bank Dunia sendiri mengklasifikasikan sebuah negara sebagai negara berpendapatan menengah-atas apabila memiliki GNI di kisaran US$4.466—US$13.845 per kapita.
Sementara itu, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 285,1 juta berdasarkan Susenas 2024 Badan Pusat Statistik (BPS). Artinya, 60,3% jumlah penduduk miskin setara dengan 172 juta.
Baca Juga
Sebagai perbandingan, persentase penduduk miskin Indonesia tersebut masih sangat tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan.
Persentase 60,3% penduduk miskin Indonesia hanya lebih rendah dari Laos (68,5%), namun jauh lebih tinggi dari Malaysia (hanya 1,3%), Thailand (7,1%), Vietnam (18,2%), dan Filipina (50,6%). Sebagai catatan, Bank Dunia tidak memiliki data kemiskinan di Kamboja dan Myanmar.
Hanya saja, Bank Dunia memproyeksikan jumlah penduduk miskin Indonesia tersebut akan menurun sedikit demi sedikit beberapa tahun mendatang, yaitu menjadi 58,7% pada 2025, 57,2% pada 2026, dan 55,5% pada 2027.
Beda Perhitungan
Data penduduk miskin Bank Dunia itu berbeda dengan catatan BPS. BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia 'hanya' sebanyak 24,06 juta orang atau setara 8,57% dari total populasi per September 2024.
Persentase penduduk miskin pada September 2024 itu turun sebesar 0,46% basis poin dibandingkan dengan Maret 2024 yaitu sebesar 9,03% (25,22 juta orang).
"Kemiskinan September 2024 sebesar 8,57%, ini menjadi capaian terendah di Indonesia sejak pertama kali angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960," ungkap Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025).
Amalia memaparkan bahwa garis kemiskinan September 2024 adalah sebesar Rp595.242 per kapita per bulan. Angka tersebut naik 2,21% dari garis kemiskinan pada Maret 2024 sebesar 583.932 per kapita per bulan.
Artinya, cara perhitungan kemiskinan antara Bank Dunia dan BPS berbeda: Bank Dunia mengategorikan seorang miskin apabila pengeluarannya di bawah Rp38.411,37 per kapita per hari atau sekitar Rp1,15 juta per kapita per bulan, sedangkan BPS mengategorikan seorang miskin apabila pengeluarannya sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.
***
Catatan Redaksi: Terdapat penambahan penjelasan soal PPP conversion factor untuk menghitung batas kemiskinan ke dalam rupiah, pada Rabu (30/4/2025) pukul 09.46 WIB.