Bisnis.com, JAKARTA — Bank Dunia atau World Bank meramalkan pertumbuhan sektor industri Indonesia hanya mencapai 3,8% pada 2025, lebih rendah daripada 2024 yang sebesar 5,2%.
Dalam laporan terbarunya, Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025, Bank Dunia memproyeksikan adanya perlambatan pertumbuhan sebesar -1,4% akibat kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengganggu perdagangan global.
“Ketidakpastian kebijakan perdagangan, melemahnya harga komoditas, dan ketidakpastian kebijakan dalam negeri dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan,” tulis Bank Dunia, dikutip pada Minggu (27/4/2025).
Dari tiga faktor yang menyumbang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil, industri diperkirakan anjlok paling dalam. Adapun sektor jasa diperkirakan terkoreksi 0,5% dari 6,4% pada 2024 menjadi 5,7% pada 2025.
Sementara faktor agriculture atau pertanian diyakini bakal menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena menjadi satu-satunya yang sektor dengan pertumbuhan naik dari 0,7% pada 2024 menjadi 3,6% pada 2025.
Melambatnya sektor industri tersebut turut tercermin dalam data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia. Tren penurunan kinerja dari Industri Furnitur diperkirakan akan berlanjut pada kuartal II/2025, menuju zona kontraksi di level 47,8% dari 52,95% pada kuartal I/2025.
Baca Juga
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi—yang hasil outputnya menjadi komoditas ekspor unggulan ke Amerika Serikat—masih di level kontraksi sebesar 49,27% pada kuartal I/2025. Kontraksi yang lebih dalam diperkirakan terjadi pada kuartal berikutnya, menjadi 46,5%.
Bank Dunia sendiri turut merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 4,7% dari awalnya 5,1%. Lalu, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2027 diperkirakan sebesar 4,8%.
Apabila melihat pertumbuhan PDB riil menurut pengeluaran, koreksi pertumbuhan tersebut sejalan dengan melambatnya konsumsi.
Konsumsi pribadi atau private consumption diprediksi terkoreksi 0,2% menjadi 4,9%. Konsumsi pemerintah turut memperlihatkan tren serupa dan kontraksi yang lebih dalam, dari pertumbuhan 6,6% pada 2024 menjadi terkoreksi 2,1% pada 2025.
Sementara itu, ekspor dan impor diramal masih menunjukkan pertumbuhan meski melambat dari tahun sebelumnya, masing-masing sebesar 4,8% dan 4,5%.
Hanya gross fixed capital investment atau investasi modal tetap bruto yang menunjukkan pertumbuhan dari 4,6% (2024) menjadi 6,1% pada tahun ini.
Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas.
Hambatan struktural menghambat alokasi sumber daya yang lebih efisien ke sektor-sektor yang paling produktif, sehingga terjadi penurunan berkelanjutan dalam pertumbuhan produktivitas (total factor productivity growth), dari 2,3% menjadi 1,2% antara 2011 hingga 2024.
"Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia dapat mendorong reformasi efisiensi, termasuk melalui pendalaman sektor keuangan serta perbaikan iklim investasi, perdagangan, dan usaha," demikian tulis Bank Dunia dalam laporannya.