Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha meminta agar pemerintah memberikan moratorium ekspor kelapa alias penangguhan sementara selama 6 bulan seiring dengan krisis bahan baku yang terjadi di dalam negeri.
Ketua Harian Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki) Rudy Handiwidjaja memandang moratorium ekspor kelapa perlu dilakukan lantaran banyak industri yang sudah tidak bisa memproduksi kelapa bulat.
“Hipki selalu mengusulkan kepada pemerintah untuk kita lakukan moratorium ekspor kelapa, jadi kita larang ekspor kelapa selama 6 bulan,” kata Rudy saat dihubungi Bisnis, Jumat (25/4/2025).
Rudy menyampaikan pemerintah perlu memberikan moratorium ekspor kelapa dengan jangka waktu paling lama 6 bulan.
“Kenapa 6 bulan karena kita industri juga tidak mau egois juga. Dalam arti, kita tetap membuka keran untuk ekspor juga,” imbuhnya.
Pasalnya, jika moratorium ekspor dilakukan dengan jangka waktu terlalu lama maka akan berdampak pada harga kelapa di dalam negeri yang turun, sehingga bisa merugikan petani dan pedagang.
Baca Juga
Sayangnya, pengajuan moratorium ekspor kelapa yang bergulir sejak September tahun lalu itu belum mendapatkan sinyal dari pemerintah.
“Jangankan 6 bulan, kita mengajukan moratorium aja pemerintah ini sampai sekarang belum dengarkan, belum laksanakan. Padahal kami sudah berjuang dari mulai September 2024,” ungkapnya.
Selain moratorium ekspor, lanjut dia, pemerintah juga perlu mengenakan pungutan ekspor (PE) kelapa, sebab selama ini tidak dikenakan pajak.
“Kita ini banyak industri-industri yang sudah tidak bisa produksi [kelapa]. Jadi kami butuh itu [moratorium], kami butuh ketersediaan bahan baku,” tuturnya.
Namun, jika pemerintah tidak bisa memberikan moratorium ekspor kelapa bulat, dia tetap berharap pemerintah bisa memberikan kebijakan terkait pungutan ekspor kelapa di kisaran 100–200%.
“Pajak ekspor mungkin ekspornya 100%—200% supaya bisa menghambat laju ekspor kelapa,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengungkap China hingga Malaysia menjadi negara yang paling sering mengimpor kelapa dari Indonesia. Di China, misalnya, Negeri Tirai Bambu itu menjadikan kelapa sebagai gaya hidup, yakni mengganti susu hewani menjadi nabati dari santan kelapa.
Sebelumnya, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Farid Amir mengatakan moratorium ekspor kelapa yang diusulkan sektor industri pengelolaan kelapa telah menjadi pertimbangan pemerintah.
Pasalnya, Farid menyampaikan bahwa kebijakan tersebut bisa berdampak pada menurunnya harga kelapa.
“Namun, kebijakan ini harus ditelaah sebaiknya mungkin agar tidak merugikan petani dikarenakan dampaknya dapat menurunkan harga kelapa,” kata Farid kepada Bisnis, Kamis (24/4/2025).
Meski begitu, Farid menerangkan kebijakan pemerintah yang sudah disepakati dalam rangka membatasi ekspor kelapa adalah dengan menerapkan pajak ekspor terhadap kelapa bulat dan produk turunannya.
“Selama ini ekspor kelapa tidak pernah diatur atau dibatasi karena dari sisi pasokan dan permintaan selalu terkendali,” terangnya.
Namun, lanjutnya, akibat El Nino produksi kelapa di Indonesia turun, sedangkan pada waktu yang sama dari sisi permintaan (demand) justru melonjak di pasar internasional.
“… yang mengakibatkan pasokan bahan baku pada pengelolaan kelapa menjadi langka,” pungkasnya.