Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) meluruskan persepsi yang keliru soal rumah subsidi untuk wartawan.
Wartawan yang nantinya mendapat rumah subsidi masih bisa mengkritik pemerintah.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid. Meutya menyampaikan bahwa program ini murni bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan insan pers, bukan alat politik atau upaya meredam kritik.
“Teman-teman, seperti disampaikan Pak Menteri Perumahan, ini tidak ada syarat bahwa kalau ikut program rumah subsidi berarti harus mendukung pemerintahan. Tidak. Tidak boleh mengkritik, juga tidak. Jadi silakan kritik, tetap diterima. Yang paling utama adalah ini untuk mendukung agar menyampaikan berita-berita yang benar,” ujar Meutya, seperti dilansir dari Antaranews.
Ia menjelaskan, program ini menyasar wartawan dengan penghasilan rendah yang selama ini kerap luput dari akses pembiayaan rumah yang layak.
Pemerintah bahkan telah melonggarkan batas maksimal penghasilan penerima manfaat program ini hingga Rp13 juta untuk wartawan yang sudah berkeluarga di wilayah Jabodetabek, dan sekitar Rp12 juta untuk yang masih berstatus lajang.
Baca Juga
Meutya menambahkan bahwa wartawan merupakan profesi strategis dalam demokrasi yang belum seluruhnya mendapatkan perhatian yang layak.
“Belum semua wartawan sejahtera, belum semua punya rumah. Bahkan ada yang hidup dalam kondisi yang, mohon maaf, kurang layak,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa 100 unit pertama program rumah subsidi untuk wartawan akan mulai diserahterimakan pada 6 Mei 2025.