Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setoran PPN DN Rontok 92,75% pada Januari 2025, Efek Error Coretax?

Penerimaan pajak pertambahan nilai dalam negeri alias PPN DN pada Januari 2025 turun drastis 92,75% (YoY). Gangguan Coretax dinilai sebagai biang keladinya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas A. M. Djiwandono (kanan) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas A. M. Djiwandono (kanan) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak pertambahan nilai dalam negeri alias PPN DN hanya sebesar Rp2,58 triliun pada Januari 2025. Angka tersebut turun hingga 92,75% dari realisasi PPN DN pada Januari 2024 senilai Rp35,6 triliun.

Data tersebut terungkap dalam dokumen APBN KiTa edisi Februari 2025, yang berisi data fiskal per Januari 2025. 

Dibandingkan jenis pajak lain, penerimaan PPN DN memang menjadi yang paling besar anjloknya. PPh Badan menjadi jenis pajak yang penurunannya terbesar kedua: pada Januari 2025, realisasi PPh Badan sebesar Rp4,16 triliun atau anjlok hingga 77,14% dari perolehan Januari 2024 senilai Rp18,2 triliun.

Kemudian, PPh 21 menjadi jenis pajak yang persentase penurunannya terbesar ketiga. Pada Januari 2025, realisasi PPh 21 sebesar Rp15,96 triliun atau anjlok hingga 43,64% dari perolehan Januari 2024 senilai Rp28,3 triliun.

Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Prianto Budi Saptono menjelaskan setoran pajak yang bermasalah tersebut semua adalah dari jenis pajak yang dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Oleh sebab itu, Prianto meyakini permasalahan implementasi Coretax alias sistem inti administrasi perpajakan yang dikelola Ditjen Pajak menjadi penyebab utama penurunan penerimaan tersebut.

Dia menjelaskan setelah diluncurkan pada 1 Januari 2025, Coretax terus mengalami masalah teknis. Masalahnya, proses bisnis pembayaran pajak hanya bisa dilakukan melalui Coretax.

"Makanya, secara praktis pembayaran pajak tidak dapat dilakukan di bulan Januari 2025 ketika Coretax bermasalah," jelas Prianto kepada Bisnis, Rabu (12/3/2025).

Prianto meyakini performa penerimaan pajak akan pulih pada bulan-bulan selanjutnya. Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia itu beralasan, Ditjen Pajak telah memberikan kelonggaran penyetoran pajak melalui dua skema sejak Februari 2025.

Skema pertama melalui menu deposit yang ada di Coretax. Skema kedua, menu pembuatan SPT pemotongan/pemungutan PPh juga dapat menghasilkan kode billing sehingga berdasarkan kode billing tersebut pembayaran pajak bisa dilakukan melalui berbagai bank seperti sebelum diberlakukan Coretax.

Oleh sebab itu, diharapkan penyetoran pajak tidak terhambat lagi. Prianto menyimpulkan, secara prinsip penyetoran pajak terhambat hanya karena ada pergeseran waktu setor.

"Jadi, target di APBN 2025 masih tetap dapat dipertahankan [Rp2.189,31 triliun]," jelas Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute itu.

Jenis Pajak Jan-24 Jan-25 %
PPN DN 35,6 2,58 -92,7%
PPh 21 28,3 15,95 -43,6%
PPh Badan 18,2 4,16 -77,1%
PPh Final 11,5 11,57 0,6%
PPh 22 Impor 6,3 6,09 -3,3%
PPh 26 9,3 8,94 -3,8%
PPh OP 0,5 0,46 -8%
PPN Impor 19,6 20,21 3,1%
*nilai pajak dalam triliun rupiah

Sebagai informasi, dokumen APBN KiTa edisi Februari 2025 (yang berisi data APBN per Januari 2025) muncul di situs resmi Kemenkeu pada Rabu (12/3/2025) pagi. Namun, ketika Bisnis memeriksanya lagi pada pukul 14.30 WIB, dokumen itu sudah tidak tersedia.

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar Konferensi Pers APBN Kita edisi Maret 2025 pada Kamis (13/3/2025). Dalam konferensi pers tersebut, Kemenkeu tidak menyampaikan data realisasi penerimaan pajak Januari 2025, melainkan langsung memaparkan data per Februari 2025.

Disampaikan, penerimaan pajak mencapai Rp187,8 triliun per Februari 2025. Angka tersebut turun 30,2% dibandingkan realisasi pajak Februari 2024 senilai Rp269,02 triliun.

Tak Bahas Coretax

Dalam penjelasannya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu membantah permasalahan implementasi Coretax menjadi penyebab utama penerimaan negara anjlok pada awal tahun.

Anggito menjelaskan sejak 2022, pola penerimaan pajak selalu sama yaitu naik pada Desember tetapi menurun pada Januari dan Februari.

"Jadi, tidak ada hal yang anomali [dari penurunan penerimaan pajak selama Januari—Februari 2025]. Jadi sifatnya normal saja," ujar Anggito dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

Hanya saja, dia tidak menampik bahwa penurunan penerimaan pajak pada awal tahun ini lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, ada dua faktor utama yang menyebabkan itu.

Pertama, faktor penurunan harga komoditas utama Indonesia seperti batu bara (-11,8%), Brent (-5,2%), dan nikel (-5,9%). Kedua, faktor administrasi.

Terkait faktor administrasi, Anggito menjelaskan adanya sejumlah kebijakan baru yang mempengaruhi penerimaan pajak. Dia mencontohkan kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) atas PPh 21 atau pajak atas penghasilan buruh yang mulai belaku Januari 2024.

Menurutnya, penerapan TER PPh 21 mengakibatkan lebih bayar sebesar Rp165 triliun pada 2024. Anggito menyatakan jika lebih bayar tersebut diklaim pada Januari dan Februari 2025 maka penerimaan pajak jenis PPh 21 akan meningkat (rata-rata Rp21,2 triliun [bruto] pada Desember 2024—Februari 2025) bahkan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Rp20,4 triliun [bruto]).

"Jadi ada kebijakan yang baru pertama kali dilaksanakan pada 2024 yang namanya tarif efektif rata-rata untuk PPh 21. Jadi kalau Anda menghitung cash memang turun, tapi kalau ini adalah efek dari kebijakan TER yang dilaksanakan 2024," ujar Anggito.

Selain itu, sambungnya, ada kebijakan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri (DN) yaitu pembayaran yang sampai dengan Februari bisa dibayarkan hingga 10 Maret 2025.

Menurutnya, jika perhitungan dinormalisasikan terhadap aturan relaksasi tersebut maka rata-rata penerimaan PPN DN periode Desember 2024—Februari 2025 mencapai Rp69,5 triliun (bruto) atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp64,2 triliun [bruto]).

"Jadi itu menjelaskan pola Februari 2025 agak berbeda dengan sebelumnya. Tapi sekali lagi setelah dinormalisasikan dan angka itu diketahui sampai dengan 10 Maret maka polanya sama seperti yang normal," tutupnya.

Anggito tidak mengungkapkan permasalahan implementasi Coretax menjadi penyebab penerimaan pajak turun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper