Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akan memperluas perjanjian perdagangan bilateral dengan menyasar kawasan Timur Tengah hingga Eropa Timur sebagai langkah membuka peluang baru di pasar nontradisional.
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa saat ini perdagangan bilateral Indonesia didominasi dengan China. Selain Negeri Tirai Bambu, dia menyebut Eropa dan AS juga memiliki porsi perdagangan bilateral yang besar terhadap Indonesia.
“Tetapi kita tentu selalu membuka peluang mencari pasar. Salah satu pasar yang selalu kita cari adalah pasar di Timur Tengah, Afrika, dan juga di Eropa Timur. Itu adalah pasar non-tradisional yang selalu kita cari dan kita buka, karena potensinya memang ada,” kata Arrmanatha saat ditemui di sela-sela acara IVFA Gathering 2025: 70th Anniversary of Indonesia—Vietnam Diplomatic Relations di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Apalagi, di tengah ketidakpastian dunia, Arrmanatha memandang bahwa Indonesia harus mencari pasar lain dan memperkuat keberadaan Indonesia di pasar-pasar tradisional, seperti Eropa, AS, China, Asia Tenggara. “Tapi kita juga harus membuka dan mencari pasar nontradisional lainnya,” ujarnya.
Misalnya saja, dengan Vietnam, pemerintah menargetkan perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Vietnam akan mencapai US$18 miliar atau sekitar Rp292,95 triliun (asumsi kurs Rp16.280 per dolar AS) pada 2028.
“Tapi kalau melihat trennya, saya yakin target itu bisa tercapai sebelum 2028,” imbuhnya.
Baca Juga
Arrmanatha memandang, target yang akan tercapai sebelum 2028 itu seiring dengan perkembangan dan hubungan yang baik antara Indonesia dan Vietnam.
Adapun, perdagangan bilateral antara Indonesia—Vietnam mencapai US$16 miliar atau sekitar Rp260,4 triliun pada 2024.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia—Vietnam (IVFA) sekaligus Managing Director Ciputra Group Budiarsa Sastrawinata mengatakan Indonesia menjadi magnet investor untuk menanamkan investasi di Tanah Air, termasuk Vietnam.
Dalam hal sektor, misalnya, Budiarsa menyebut kendaraan listrik (electric vehicle/EV) hingga energi hijau saat ini menjadi gaya hidup, sekaligus membuka peluang untuk menggelontorkan investasi di Indonesia.
“Buktinya investasi VinFast itu besar sekali. Karena mereka melihat peluang di Indonesia besar. Makanya mereka berani membangun pabrik VinFast di sini. VinFast juga sudah mulai membuka layanan taksi,” ujarnya.
Budiarsa menyampaikan bahwa Vietnam melihat Indonesia sebagai peluang yang besar, seiring dengan 280 juta populasi. “Yang besar kan di ASEAN hanya tiga, Indonesia, Filipina, Vietnam. Jadi, mereka melihat satu sama lain sebagai peluang,” ungkapnya.
Asal tahu saja, 2024 menjadi tonggak penting bagi investasi luar negeri Vietnam. Di Indonesia dengan nilai investasi yang mencapai US$41,81 juta, dengan kontribusi terbesar yang berasal dari ekosistem kendaraan listrik VinFast. Investasi ini ditandai dengan peresmian pabrik di Subang pada Juli serta peluncuran layanan taksi listrik Xanh SM pada Desember 2024.