Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah asosiasi pengembang menyoroti kejelasan program 3 juta rumah. Pasalnya, sampai dengan pertengahan kuartal I/2025, pemerintah belum juga resmi merilis peta jalan pembangunan program 3 juta rumah.
Menanggapi hal itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengaku saat ini masih menggodok sejumlah skema pembiayaan untuk mendukung program itu. Pasalnya, tambah Ara, kucuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Kementerian PKP hanya sekitar Rp3,46 triliun.
“Ya, makanya masih berusaha. Karena kalau pakai APBN, kalian sudah tahu, dengan APBN Rp3 triliun mau bikin apa?” jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rabu (19/2/2025).
Untuk itu, Ara menyebut, dirinya tengah melobi sejumlah kerja sama dengan kementerian dan lembaga (k/l) lainnya. Terbaru, menggandeng Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, hingga Kementerian BUMN terkait kebijakan likuiditas mikroprudensial (KLM) hingga Rp80 triliun untuk mendukung program 3 juta rumah.
Ara mengeklaim dirinya tidak diam dalam menjalankan tugasnya. Pihaknya masih berjibaku melakukan pengkajian sejumlah skema lainnya salah satunya revisi skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dari 75% APBN dan 25% perbankan menjadi 50% APBN dan 50% perbankan.
“Ini [kebijakan skema baru] jawaban tidak? Memang bisa bangun rumah kalau tidak ada likuiditasnya? Ini salah satu solusi tidak? Jelasin aja sama pengembang,” pungkasnya.
Baca Juga
Untuk diketahui sebelumnya, pengembang properti meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk segera memberikan kejelasan mengenai kelanjutan program 3 juta rumah.
Ketua Umum Dewan pengurus Pusat Realestate Indonesia (DPP REI) Joko Suranto menuturkan. ketidakjelasan kelanjutan program 3 juta rumah yang dinahkodai oleh Kementerian PKP justru membuat pasar properti kurang kondusif.
“Kami pengembang perumahan berharap Presiden Prabowo untuk berkenan menyampaikan pada kami para pelaku usaha di sektor properti terkait program 3 juta rumah dan apa yang menjadi pandangan kepala negara atas program tersebut,” kata Joko saat ditemui di Kebayoran Baru, Selasa (18/2/2025).
Selain itu, Joko bersama sejumlah ketua asosiasi perumahan lainnya juga meminta agar industri perbankan dapat menemukan formula pembiayaan baru yang setara dengan FLPP.
Alasannya, karena penyaluran FLPP pada era Presiden Prabowo sedikit terhambat lantaran adanya rencana perubahan skema dari semula 75% dikucurkan melalui APBN dan 25% dari perbankan menjadi 50% APBN dan 50% perbankan.
“Sampai saat ini sudah dianggarkan 220.000 unit [FLPP] tahun ini, tapi pada kenyataannya sudah di-hold tanpa kejelasan, saat ini juga pengembang besar bertanya-tanya kepada kami sebagai pengurus, mereka bingung atas kondisi saat ini ada apa kenapa?,” tegasnya.