Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menangkap sinyal positif pasar Amerika Serikat yang tercerminkan dari surplus perdagangan alas kaki Indonesia sebesar US$200 juta pada Januari 2025.
Direktur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan pelaku usaha persepatuan kini melihat Amerika Serikat sebagai pasar yang menjanjikan didorong ekspor perdana 16.000 pasang sepatu Hoka oleh PT Yih Quan Footwear Indonesia pada tahun lalu yang diproduksi di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah.
“Surplus perdagangan alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$200 juta pada Januari 2025 menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya,” ujar Yoseph kepada Bisnis, Senin (17/2/2025).
Sebagaimana diketahui, PT Yih Quan Footwear Indonesia telah berinvestasi membangun pabrik sepatu di KITB senilai Rp1,7 triliun. Penanaman modal asing tersebut menandakan kepercayaan investor terhadap potensi pasar AS dan kemampuan produksi Indonesia.
Investasi tersebut juga menjadi angin segar di tengah penurunan penjualan alas kaki hingga 20% selama periode Lebaran dibandingkan tahun sebelumnya, berdasarkan data Aprisindo.
“Hal ini disebabkan oleh meningkatnya harga bahan pangan yang membuat konsumen lebih memprioritaskan kebutuhan pokok,” terangnya.
Baca Juga
Pihaknya juga berharap banyak agar pemerintah dapat memberikan keterjangkauan masyarakat terhadap konsumsi pangan pokok dan memperkuat iklim ekonomi sehingga permintaan alas kaki dapat mengalami peningkatan, khususnya jelang Hari Raya Idulfitri 2025.
Di sisi lain, pelaku usaha juga berharap pemerintah menerapkan kebijakan pengaturan impor untuk mengendalikan pasar domestik dan memperketat pengawasan dari produk impor. Dengan demikian, kinerja industri alas kaki nasional dapat melesat.
Lebih lanjut, Yoseph menerangkan bahwa pengusaha tengah berupaya menangkap peluang ekspor produk sepatu dengan memanfaatkan momentum kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan bea masuk tinggi ke beberapa negara, salah satunya China.
Produsen Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan ekspor ke AS dengan berkurangnya impor alas kaki dari China akibat tarif tinggi. Hal ini pernah terjadi pada 2018 lalu saat perang dagang pertama kali terjadi, sektor tekstil dan alas kaki Indonesia mengalami peningkatan ekspor ke AS.
“Daya saing produk, produk alas kaki Indonesia dikenal memiliki kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Hal ini menjadi modal penting untuk bersaing di pasar AS, terutama ketika produk China dikenakan tarif lebih tinggi,” tuturnya.
Namun, dia juga menyoroti persaingan dengan Negara lain, negara-negara seperti Vietnam dan Bangladesh juga memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan ekspor mereka ke AS. Menurut dia, Indonesia harus memastikan bahwa produknya tetap kompetitif dari segi harga dan kualitas.
“Dengan permintaan yang meningkat memerlukan kapasitas produksi yang memadai. Produsen Indonesia perlu memastikan bahwa mereka dapat memenuhi permintaan tanpa mengorbankan kualitas,” terangnya.
Tak hanya itu, regulasi dan standar pasar AS yang ketat terkait produk impor harus diperhatikan oleh produsen nasional agar patuh terhadap standar ini untuk menghindari hambatan non-tarif.
“Menurut saya perang dagang AS-China membuka peluang bagus bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar alas kaki di AS. Namun, untuk memanfaatkan peluang ini secara optimal, produsen dan pemerintah perlu bekerja sama dalam meningkatkan daya saing, kapasitas produksi, dan kepatuhan terhadap standar internasional,” pungkasnya.