Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumen Tembakau Tuding Kebijakan Kemenkes Munculkan Diskriminasi

Perkumpulan konsumen tembakau menuding Kemenkes sebagai inisiator kebijakan pengendalian tembakau tidak melihat keunikan ekosistem tembakau di Indonesia.
Etalase produk rokok dari berbagai macam merek yang dijual di warung tradisional. JIBI/Feni Freycinetia
Etalase produk rokok dari berbagai macam merek yang dijual di warung tradisional. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, JAKARTA - Implementasi regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) terkait Bagian Pengamanan Zat Adiktif dan R-Permenkes Tembakau dinilai diskriminatif.

Seperti diutarakan oleh Ary Fatanen, Ketua Umum Pakta Konsumen Nasional (PakNas) bahwa sebagai bagian hilir dari ekosistem pertembakauan nasional, dia menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berat sebelah dalam membuat regulasi.

"Kondisi industri hasil tembakau [IHT] akhir-akhir ini semakin tidak baik. Dikepung regulasi sana-sini yang tidak berkeadilan. Kami juga terdampak. Kami harus menghadapi berbagai peraturan yang mendiskreditkan konsumen,” ungkapnya dikutip pada Senin (17/2/2025).

PakNas juga menyayangkan Kemenkes sebagai inisiator kebijakan pengendalian tembakau tidak melihat keunikan ekosistem tembakau di Indonesia yang lengkap hulu hingga hilir.

"Terlalu kental campur tangan asing dalam regulasi pertembakauan yang dirancang Kemenkes. Padahal, negara adidaya seperti Amerika Serikat saja menyatakan keluar dari WHO. Indonesia juga negara besar, dengan ekosistem pertembakauan yang kompleks. Regulasi pertembakauannya seharusnya juga melihat realita di masyarakat, dan bukan bulat-bulat mau dicampuri asing," paparnya.

Selain itu, menurut Ary, langkah kejar target merampungkan dan melaksanakan regulasi yang diinisiasi oleh Kemenkes ini, justru dapat berdampak pada tindakan aparat penegak hukum yang benar-benar tidak memahami konteks ekosistem pertembakauan.

Regulasi itupun seperti memunculkan stigma negatif yang sudah dilekatkan pada konsumen produk tembakau, semakin membuka ruang penegakan hukum yang berat sebelah. "Substansi yang diatur berlebihan, tidak mempertimbangkan ada muatan lokal. Contoh nyata adalah upaya pemerintah derah yang dikejar target merampungan Perda Kawasan Tanpa Rokok [KTR] yang mayoritas hanya sebagai penggugur kewajiban dari pemerintah pusat. Padahal praktik implementasi, pengawasan hingga evaluasinya tidak jelas. Bahkan tak jarang mengorbankan elemen masyarakat lainnya," tegasnya.

Senada, Eggy Bp selaku Ketua Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara (KPTNI) mempertanyakan status kedaruratan aturan-aturan terkait pertembakauan, sehingga terburu-buru untuk diterapkan tanpa pelibatan masyarakat terdampak, termasuk konsumen.

"Kami melihat selama ini peraturan-peraturan terkait pertembakauan itu dirancang tanpa pelibatan dan solusi bagi masyarakat yang terdampak mulai dari petani, pekerja, pedagang, petani sampai pada kami, konsumen. Mohon pemerintah agar lebih intensif lagi dalam mempertimbangkan aturan yang dibuat oleh bangsa asing dengan melihat dampak jika dilaksanakan di Indonesia," sebut Egy.

KPTNI menegaskan bahwa pihaknya menerima dan mendukung program pemerintah, tetapi sangat disayangkan selama ini dalam perencanaan hingga penerapan peraturan terkait pertembakauan tidak melibatkan dan mengakomodir konsumen.

"Salah satunya terkait Perda KTR yang sosialisasi dan edukasinya masih sangat kurang hingga sampai saat ini implementasi KTR masih belum bisa berjalan dengan baik. Termasuk kepada aparat hukum yang pada praktiknya di lapangan sering terjadi kekeliruan terkait hak konsumen atas tempat khusus merokok [TKM] yang aman dan nyaman," tambahnya.

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper