Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam menginisiasi gencatan senjata di Gaza belum cukup memulihkan ekonomi dunia yang masih rapuh.
Setelah dilantik kembali sebagai Presiden AS, Donald Trump mengumumkan sejumlah terobosan dalam hal kebijakan, termasuk menginisiasi gencatan senjata di Gaza. Gencatan senjata tersebut disambut dengan optimisme oleh banyak pihak, karena dianggap dapat meredakan ketegangan geopolitik sekaligus memberikan harapan bagi perbaikan situasi ekonomi global.
Di tengah harapan terhadap kebijakan global yang lebih stabil, Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Indef, Abdul Manap Pulungan memberikan pandangan berbeda.
Menurutnya, gencatan senjata memang bisa sedikit meredakan, tetapi itu belum cukup untuk memulihkan ekonomi dunia yang masih rapuh.
Apalagi saat ini prospek ekonomi global masih belum membaik. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025 mencapai 3,3%. Sementara untuk AS dan China diproyeksikan melambat menjadi 2,7% dan 4,6%.
"Gencatan senjata sedikit mendinginkan gejolak ekonomi global. Namun pasca-pandemi terdapat persoalan kronis di sektor ketenagakerjaan dan investasi, apalagi pengangguran dunia sangat tinggi, dan investasi kini dihadapkan pada tingginya suku bunga kredit. Terlebih IMF memprediksi lalu lintas perdagangan dunia mungkin akan melambat menjadi 3,2% pada 2025," ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (24/1/2024).
Baca Juga
Abdul menilai gejolak geopolitik global dinilai masih menjadi tantangan besar bagi perekonomian dunia. Ketegangan yang terjadi antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, Rusia, dan Uni Eropa, ditambah dengan konflik-konflik lain seperti Taiwan-China dan Korea Selatan-Korea Utara, bisa semakin memperburuk ketidakpastian global.
"Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakpastian global semakin tinggi," katanya.
Di tengah situasi ekonomi tersebut, Abdul menganalisis sederet sektor ekonomi yang diuntungkan.
“Pertama, sektor yang terhubung langsung dengan ekonomi global seperti pertanian dan komoditas. Kedua, sektor ekonomi hijau,” katanya.
Untuk itu, ia menilai, Indonesia perlu memanfaatkan potensi sektor-sektor tersebut di tengah progres hilirisasi yang telah dilakukan agar mendapatkan nilai tambah yang lebih optimal.