Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global usai Pelantikan Trump, Indonesia Harus Apa?

CSIS menilai pemerintah belum menempatkan strategi ekonomi yang komprehensif dalam merespons dinamika ekonomi global saat ini.
Pemenang Pemilu Presiden Amerika Serikat 2024 Donald Trump. / Bloomberg-Jim Vondruska
Pemenang Pemilu Presiden Amerika Serikat 2024 Donald Trump. / Bloomberg-Jim Vondruska

Bisnis.com, JAKARTA — Center for Strategic and International Studies alias CSIS mewanti-wanti agar pemerintah tidak gegabah menghadapi ketidakpastian ekonomi global, terutama setelah Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat periode 2025—2029.

Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri menekankan pemerintah harus menyiapkan strategi yang lebih komprehensif menghadapi ketidakpastian global ke depan. Menurutnya, kini perspektif geopolitik, ekonomi, hingga perdagangan tidak bisa dipisahkan.

"Sayangnya memang kita tidak terlalu menempatkan hal tersebut secara komprehensif. Contohnya ketika kita memutuskan untuk bergabung dengan BRICS," ujar Yose dalam diskusi Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintah Prabowo Bidang Ekonomi secara daring, Rabu (22/1/2025).

Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengaku bingung dengan keputusan pemerintah bergabung dengan BRICS. Menurutnya, keputusan pemerintah hanya diambil dari satu perspektif.

Yose mencontohkan dari perspektif perdagangan, Indonesia tidak memiliki untung bergabung dengan BRICS. Alasannya, kebanyakan negara yang tergabung dalam BRICS merupakan eksportir bukan importir.

"Kalau kita mau mengharapkan ekspor ke negara-negara mereka, ya agak sulit. Jadi ini hal-hal yang sifatnya geopolitik itu tidak nyambung dengan kebijakan ekonomi Indonesia," jelasnya.

Sementara khusus untuk menghadapi Trump, Yose menyarankan agar pemerintah menyiapkan respons dalam segi kebijakan. Selain itu, pemerintah perlu bernegosiasi dengan pemerintah baru Trump.

Dia mengingatkan, pada periode pertama (2017—2021), pemerintah Trump sempat mengancam ingin menghentikan fasilitas GSP [generalized system of preferences] yang didapatkan Indonesia. Saat itu, pemerintah Indonesia harus bernegosiasi kembali.

"Untuk bernegosiasi ini kita harus tahu kelemahan kita seperti apa, apa yang bisa kita tawarkan, apa bargaining chip [alat tawar menawar] yang bisa kita punya," kata Yose.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper