Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pemerintah masih mengkaji kelanjutan program harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri pada 2025.
Namun, dia memastikan ketujuh sektor industri penerima HGBT akan tetap berlanjut. Artinya, ketujuh sektor industri ini masih berhak menerima HGBT jika memang berlanjut tahun ini.
Adapun, tujuh subsektor industri itu yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
"Nah, sekarang kalau dari tujuh itu rasanya hampir bisa dapat dipastikan untuk dilanjutkan," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
HGBT merupakan kebijakan pemerintah untuk menetapkan harga gas bumi yang lebih murah untuk beberapa sektor industri. Kebijakan yang diberlakukan sejak 2020 untuk tujuh sektor industri dengan harga gas sebesar US$6 per MMBtu itu telah berakhir pada 31 Desember 2024.
Bahlil mengatakan, saat ini ada usulan untuk menambah jumlah sub sektor industri penerima HGBT. Namun, pihaknya masih melakukan kajian mendalam.
Baca Juga
Dia menjelaskan, implementasi program HGBT selama 2021-2024 membuat pendapat negara terkonversi sebesar Rp67 triliun. Oleh karena itu, Bahlil ingin penyaluran HGBT tak sembarangan.
"Jadi jangan sampai semua gas kita kasih ke HGBT negara nggak dapat pendapatan. Jadi kita hitung betul, dia harus kita kasih tapi dia harus industri yang menciptakan lapangan pekerjaan," jelas Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil membuka opsi untuk memangkas jumlah penerima HGBT itu. "Ada kemungkinan [memangkas jumlah perusahaan atau industri], kami lagi ada bahas, tapi belum final ya," kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).
Selain itu, Bahlil juga mengatakan, pemerintah tengah mengevaluasi pelaksanaan program HGBT sebelumnya. Dia menjelaskan, HGBT sejatinya bertujuan untuk memberikan keuntungan bisnis bagi perusahaan penerima.
Oleh karena itu, jika ada perusahaan yang sudah untung, Bahlil akan mengeluarkan perusahaan tersebut dari daftar penerima HGBT. Menurutnya, tolak ukur keuntungan perusahaan itu dilihat dari kesehatan internal rate of return (IRR).
"Yang IRR-nya udah bagus, kemungkinan kita dapat pertimbangkan untuk dikeluarkan di dalam checklist HGBT," kata Bahlil.