Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Dian Novita Susanto

Ketua Umum DPP Perempuan Tani HKTI & Kandidat Doktor Agribisbisnis IPB University

Lihat artikel saya lainnya

Opini : Dilema Industri Kelapa Nasional

Untuk menggenjot produktivitas dan keberlanjutan agribisnis kelapa, diperlukan strategi terpadu dalam pengelolaannya.
Bisnis air kelapa murni, Cocowow
Bisnis air kelapa murni, Cocowow

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia telah lama dikenal sebagai produsen kelapa terutama kopra. Poduksi kelapa Indonesia saat ini sekitar 2,8 juta ton atau 24% dari total produksi dunia dan menempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar kedua di dunia setelah Filipina. Produksi itu dihasilkan dari luas areal 3,32 juta ha (penjumlahan dari luas areal kelapa dalam dan kelapa hibrida).

Selama 10 tahun terakhir, perkembangan luas areal kelapa dalam turun dari 3,50 juta ha pada 2014 menjadi 3,23 juta ha pada 2023. Demikian juga dengan kelapa hibrida yang luasnya turun dari 104,47 ribu ha pada 2014 menjadi 87,35 ribu ha pada 2023.

Secara umum, luas areal kelapa Indonesia didominasi oleh kelapa dalam dengan persentase luasan sebesar 97,24% sedangkan luasan kelapa hibrida hanya 2,76%. (Outlook Komoditas Perkebunan Kelapa, 2023).

Perkebunan Rakyat (PR) mendominasi yaitu 99,04% dengan rata-rata produktivitas mencapai 1.329 kg/ha. Sementara Perkebunan Besar Negara (PBN) mengelola 0,11% dengan rata-rata produktivitas 1.926 kg/ha dan sisanya 0,85% dikelola Perkebunan Besar Swasta (PBS) dengan rataan produktivitas sekitar 1.428 kg/ha.

Sementara daerah penghasil kelapa terbesar adalah Riau dengan luas perkebunan mencapai 442.000 ha dan produksi sebesar 417.000 ton; Sulawesi Utara 273.185 ha dan produksi 269.612 ton, dan Jawa Timur yang memiliki 228.524 ha dan produksi 233.937 ton. Selain itu, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Jawa Tengah juga menjadi daerah penghasil kelapa utama (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan 2022—2024).

PELUANG & TANTANGAN

Perhelatan Prabowo ke China pada 8—9 November 2024 membawa tujuh kesepakatan kerja sama. Salah satunya adalah ekspor buah kelapa segar ke China. Di negeri Tirai Bambu, kelapa digunakan sebagai bahan baku susu, karena tingginya permintaan konsumen yang alergi terhadap susu sapi. Bahkan permintaan dalam negeri sendiri sangat besar. Belum lagi pasar Amerika Latin dan Amerika serta Eropa. Ini peluang yang harus dijemput.

Dikenal sebagai “pohon kehidupan” karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan seperti daging buah kelapa dapat diolah menjadi kopra, minyak kelapa, santan, hingga air kelapa yang bergizi.

Selain itu, batang kelapa bisa dimanfaatkan untuk bahan konstruksi, furnitur, hingga bahan bakar; daunnya untuk atap tradisional, kerajinan tangan, hingga pakan ternak; akarnya untuk obat-obatan herbal; dan berbagai produk turunan lain, seperti arang tempurung, sabut kelapa, dan Virgin Coconut Oil (VCO) yang sangat diminati di pasar global.

Dengan kegunaannya yang luas, kelapa dapat berkontribusi dalam mendukung kebutuhan pangan, energi, dan mengembangkan industri turunan kelapa yang berkelanjutan dan bernilai tinggi.

Dengan komitmen terhadap peremajaan tanaman, perlindungan kebun existing, teknologisasi modern, penghiliran produk, dan insentif UMKM kelapa, Indonesia bisa menjadi pemain utama global dalam industri ini.

Produk berbasis kelapa, seperti pangan organik, kosmetik alami, furnitur, kerajinan tangan, dan bioenergi, memiliki peluang besar di pasar ekspor, ditengah-tengah meningkatnya permintaan global akan produk ramah lingkungan. Ini momentum untuk melakukan revitalisasi sehingga ke depannya lebih kompetitif terutama ekspor produk turunan kelapa.

Untuk itu berbagai hambatan atau tantangan harus dituntaskan. Sebut saja kebun kelapa dikelola petani kecil dengan lahan terbatas; tanaman kelapa yang sudah tua/tidak produktif; budidaya tanpa teknologi modern; lahan kelapa rusak, sekitar 378.191 ha dan alih fungsi. Inilah sederet masalah yang membuat produktivitas kelapa kita rendah. Bahkan produktivitas kelapa Indonesia kalah dibandingkan Thailand dan Sri Lanka. Singkatnya keberlanjutan industri kelapa nasional menyisakan persoalan serius.

Sementara di pascapanen, dihadapkan pada teknologi pengolahan dan pengeringan yang tradisional dan semi modern; gudang penyimpanan ala kadarnya; penjualan barang mentah dan setengah jadi dan rantai pemasaran yang panjang.

Strategi Kebijakan

Untuk menggenjot produktivitas dan keberlanjutan agribisnis kelapa, diperlukan strategi terpadu dalam pengelolaannya.

Pertama, peremajaan tanaman kelapa dengan varietas unggul yang lebih produktif dan tahan penyakit. D isisi lain mencegah konversi lahan kelapa dan memulihkan lahan rusak.

Kedua, penghiliran produk kelapa untuk memberi nilai tambah, seperti VCO, karbon aktif, dan bioenergi, untuk meningkatkan pendapatan petani dan menciptakan lapangan kerja.

Ketiga, inovasi dalam budi daya dengan menggunakan teknologi modern seperti penggunaan pupuk organik, sistem irigasi, dan pengendalian hama berbasis bioteknologi.

Keempat, subsidi, akses pembiayaan, dan jaminan harga minimum kepada petani kelapa dan UMKM kelapa.

Kelima, dukungan kebijakan yang konsisten terutama kepastian hukum, perkelapaan Indonesia dapat menjadi pilar ekonomi nasional yang kuat, memberikan manfaat besar bagi petani dan industri dalam negeri.

Dengan keterlibatan pemerintah, swasta, dan masyarakat, gerakan ini diharapkan menciptakan ekosistem perkelapaan yang lebih kuat dan kompetitif di tingkat global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper