Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pundi-Pundi Cadangan Devisa Menebal, Kenapa Rupiah Masih Melemah?

Cadangan devisa Indonesia mencetak rekor tertinggi pada Desember 2024. Namun, capaian ini tidak direspons oleh rupiah yang justru ditutup melemah.
Annasa Rizki Kamalina,Fahmi Ahmad Burhan
Kamis, 9 Januari 2025 | 08:30
Karyawan memperlihatkan mata uang Rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Selasa (12/11/2024)./JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memperlihatkan mata uang Rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Selasa (12/11/2024)./JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Cadangan devisa Indonesia mencatatkan pencapaian baru dengan mencapai rekor tertinggi pada Desember 2024. Namun, capaian tersebut tidak diikuti dengan gerak positif nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa per akhir Desember 2024 mencapai US$155,7 miliar. Jumlah tersebut terpantau naik US$5,05 miliar dari November 2024 yang senilai US$150,2 miliar.

Capaian tersebut bukan hanya naik paling signifikan sepanjang 2024, namun juga tercatat memecahkan rekor cadangan devisa tertinggi setelah Oktober 2024 yang senilai US$151,2 miliar.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan bahwa kenaikan posisi cadangan devisa di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sejalan dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global tersebut, bersumber dari berbagai kebijakan pemerintah dan kegiatan ekonomi.

"Antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta penerimaan devisa migas," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (8/1/2025).

Denny menyampaikan posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2024 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup melemah setelah rilis data cadangan devisa.

Berdasarkan data Bloombergrupiah mengakhiri perdagangan Rabu (8/1/2024) dengan melemah 0,42% atau 68 poin ke level Rp16.210,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau naik 0,27% ke posisi 108,83.

Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang di Asia lainnya mengalami tren pelemahan. Yen Jepang misalnya melemah 0,13%, dolar Singapura melemah 0,19, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Taiwan melemah 0,57%, won Korea Selatan melemah 0,5%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, terutama faktor eksternal. Dari luar negeri, data lowongan kerja yang lebih kuat dari perkiraan menunjukkan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja AS.

Data purchasing manager index (PMI) yang kuat untuk Desember 2024 di AS juga memicu kekhawatiran atas inflasi yang tinggi. Inflasi dan kekuatan di pasar tenaga kerja diperkirakan akan memberi The Fed lebih sedikit dorongan untuk memangkas suku bunganya. 

Dari China, akan ada rilisan angka inflasi untuk Desember 2024 yang memberikan isyarat indikator ekonomi lainnya. Pemerintah China diharapkan meningkatkan pengeluaran fiskal tahun ini untuk mendukung perekonomian, terutama dalam menghadapi hambatan terkait perdagangan dari pemerintahan Trump di AS. 

Untuk perdagangan hari ini, Kamis (9/1/2025), mata uang rupiah diproyeksikan bergerak fluktuatif tetapi berpotensi ditutup melemah di rentang Rp16.200 - Rp16.270 per dolar AS.

Perkuat Cadangan Devisa

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang memproyeksikan BI akan terus memperkuat cadangan devisa pada 2025 di tengah tantangan depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Terlebih Presiden terpilih AS Donald Trump akan segera menjabat. 

Secara historis saat Trump terpilih pada 2016 dan mulai menerapkan sederet kebijakannya pada 2017, maka indeks dolar (DXY) menguat. Alhasil, mayoritas mata uang di negara-negara Asia terdepresiasi tak terkecuali Indonesia.

“Kami perkirakan juga berpotensi terulang di 2025 ini sehingga Bank Indonesia pun akan mengantisipasi dengan memperkuat posisi cadangan devisa di kisaran US$150 miliar—US$155 miliar,” ujarnya, Rabu (8/1/2025). 

Hosianna berpandangan ke depannya posisi cadangan devisa Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Pada bulan ini utamanya didukung oleh penerbitan obligasi global pemerintah baru-baru ini senilai antara US$1,5 miliar—US$1,75 miliar, yang akan jatuh tempo pada 15 Januari 2025.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper