Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Apindo Wanti-Wanti Potensi Badai PHK Industri Tekstil di 2025

Apindo mengkhawatirkan potensi gelombang PHK yang menghantam industri tekstil dan garmen seiring dengan kenaikan UMP dan PPN 12% pada 2025.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyampaikan paparan saat konferensi pers Outlook Ekonomi dan Bisnis Apindo 2024 di Jakarta, Kamis (21/12/2023). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyampaikan paparan saat konferensi pers Outlook Ekonomi dan Bisnis Apindo 2024 di Jakarta, Kamis (21/12/2023). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Dunia usaha mengkhawatirkan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menghantam industri tekstil dan garmen pada 2025 seiring dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 6,5% dan tarif PPN 12% pada awal Januari 2025.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2023–2028 Shinta Widjaja Kamdani mengakui PHK menjadi salah satu permasalahan yang akan menghampiri dunia usaha, terutama industri padat karya. Shinta menyebut industri ini semakin mengkhawatirkan.

“Potensi PHK ini yang menurut kami menjadi salah satu permasalahan dan tantangan utama yang mungkin harus menjadi perhatian,” kata Shinta dalam konferensi pers Outlook Perekonomian Apindo 2025, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Shinta juga menyoroti jumlah kelas menengah yang semakin menurun. Dia menuturkan jumlah penduduk kelas menengah yang turun semakin besar, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Padahal, ungkap dia, kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional.

Di samping itu, Shinta menyebut kondisi akan semakin serius seiring dengan langkah pemerintah yang akan menggulirkan tarif PPN 12% pada tahun depan. Untuk itu, ungkap dia, inkonsistensi kebijakan dari ketenagakerjaan harus menjadi perhatian.

Pasalnya, inkonsistensi kebijakan ketenagakerjaan berpotensi mengancam stabilitas investasi dan lapangan kerja di Indonesia dengan pergantian regulasi ketenagakerjaan dan kebijakan pengupahan yang kurang transparan seperti penetapan UMP 2025 yang dinaikkan sebesar 6,5% tanpa kejelasan dasar perhitungannya.

“Ini semua yang sekarang banyak sekali terkena [PHK] adalah industri padat karya, karena kondisinya kurang baik terutama tekstil, garmen yang sudah mulai melakukan banyak sekali PHK,” ujarnya.

Shinta menuturkan bahwa pemerintah perlu memberikan PPh badan untuk membantu industri padat karya serta subsidi BPJS Ketenagakerjaan.

“Kami sudah memberikan usulan, PPh badan [untuk industri padat karya] dan BPJS Ketenagakerjaan itu sudah kami sudah berikan usulan karena kami tahu pemerintah mungkin sulit untuk mengubah karena ini sudah ditetapkan,” ujarnya.

Secara umum, Apindo memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di kisaran 4,9%—5,2% secara tahunan (year-on-year/yoy). Prediksi ini dengan melihat berbagai indikator, seperti kondisi lingkungan strategis global yang belum stabil dan inflasi global yang belum sepenuhnya terkendali.

Kemudian, berlanjutnya penurunan kelas menengah akibat tekanan kenaikan PPN pada barang-barang tertentu, potensi PHK akibat kenaikan UMP yang tidak diimbangi dengan produktivitas, hingga berakhirnya era boom commodity (windfall) dari komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan batubara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper