Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia diproyeksikan masih akan surplus pada November 2024. Artinya, tren surplus neraca dagang Indonesia masih akan berlanjut hingga 55 bulan secara beruntun.
Berdasarkan konsensus proyeksi 17 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan pada November 2024 diproyeksikan sebesar US$2,38 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dari realisasi neraca dagang Oktober 2024 senilai US$2,48 miliar.
Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom dari JP Morgan Chase Bank NA Sin Beng Ong dengan nominal US$3,6 miliar.
Sebaliknya, estimasi terendah diberikan oleh ekonom Barclays Bank PLC Brian Tan dengan angka US$1,65 miliar.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memproyeksikan neraca perdagangan Indonesia surplus senilai US$2,2 miliar pada November 2024.
Josua mengakui bahwa tren surplus perdagangan akan terus berlanjut seperti yang terjadi dalam 54 bulan terakhir. Kendati demikian, sambungnya, belakangan juga terjadi tren penurunan surplus perdagangan akibat tidak seimbangnya pertumbuhan impor dengan ekspor.
Baca Juga
"Meskipun ekspor dan impor diperkirakan masih akan menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun, pertumbuhan impor diperkirakan akan melampaui pertumbuhan ekspor," jelas Josua kepada Bisnis, Minggu (15/12/2024).
Dia memerinci ekspor Indonesia diperkirakan melambat menjadi 8,59% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada November 2024. Angka tersebut turun dari 10,25% YoY pada Oktober 2024.
Menurutnya, perlambatan ekspor tersebut terjadi terutama karena pelemahan permintaan global dan normalisasi harga komoditas yang sedang berlangsung.
"Secara bulanan, ekspor diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 2,19% month-to-month [MtM], dipengaruhi oleh berlanjutnya penurunan harga batu bara dan moderasi kenaikan harga CPO [crude palm oil/minyak kelapa sawit mentah]," ujar Josua.
Sementara itu, impor tahunan Indonesia juga diproyeksi akan melambat namun tetap berada di angka dua digit dari 17,49% YoY pada Oktober 2024 menjadi 10,71% YoY pada November 2024.
Meskipun terjadi perlambatan, Josua menggarisbawahi bahwa pertumbuhan impor tampak akan melebihi pertumbuhan ekspor. Artinya, permintaan domestik relatif lebih kuat dibandingkan dengan permintaan eksternal.
"Secara bulanan, impor diperkirakan turun 1,15% MtM, didorong oleh penurunan harga minyak dan indeks PMI manufaktur yang masih berada di bawah 50, yang menandakan kontraksi dalam aktivitas pabrik," tutup Josua.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan realisasi ekspor, impor, dan neraca perdagangan November 2024 pada Senin (16/12/2024) esok.
Sementara itu secara kumulatif, surplus neraca perdagangan sepanjang tahun ini atau pada Januari—Oktober 2024 terealisasi senilai US$24,43 miliar. Capaian tersebut tercatat masih jauh dari target US$31,6—US$53,4 miliar pada 2024.
Untuk mencapai batas bawah target saja, kinerja surplus neraca perdagangan pada dua bulan terakhir di 2024 setidaknya harus senilai US$7,17 miliar atau minimal pada November dan Desember masing-masing US$3,59 miliar.