Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyebut program biodiesel 35% (B35) mampu menghemat nilai devisa impor hingga Rp512,07 triliun.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan bahwa pemerintah telah mempertahankan program mandatori biodiesel melalui masa pandemi dan gejolak harga minyak dunia.
Sejak Januari—Agustus 2024, Eddy mengungkap volume penyaluran biodiesel sebesar 8,35 juta kiloliter. Hingga Agustus 2024, realisasi volume biodiesel mencapai 64,39 juta kiloliter dengan dana yang tersalurkan mencapai Rp177,25 triliun, sehingga telah menghemat devisa senilai Rp512,07 triliun.
“Dari program B35 yang kita laksanakan saat ini, nilai devisa yang bisa dihemat mencapai Rp512,07 triliun,” kata Eddy dalam acara bertajuk Menggapai Kedaulatan Pangan, Energi dan Ekonomi melalui Perkebunan Sawit untuk Menuju Indonesia Emas 2045, di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Di samping itu, implementasi B35 juga telah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 82,16 juta ton.
Eddy menambahkan, BPDPKS juga mendukung program mandatori biodiesel yang akan ditingkatkan menjadi 40% (B40) pada 2025. Apalagi, kata dia, pengembangan biodiesel sebagai energi baru dan terbarukan telah terbukti menghemat devisa impor bahan bakar, serta mengurangi emisi GRK.
Baca Juga
Lebih lanjut, Eddy mengungkap, sebagai pengelola dana pungutan eskpor sawit, BPDPKS menjamin keberlanjutan program mandatori biodiesel.
Apalagi, sektor kelapa sawit memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian. Sektor ini, kata dia, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor dan neraca perdagangan, mengurangi inflasi dan mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Kendati demikian, Eddy menuturkan ndustri sawit nasional juga menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari produktivitas yang rendah, adanya perkebunan sawit dalam kawasan hutan, persoalan legalitas, sarana dan prasarana yang belum memadai, hingga tantangan regulasi.
“Industri sawit juga menghadapi tantangan global yang juga sangat kompleks, seperti hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif, serta masih maraknya black campaign sawit di luar negeri,” pungkasnya.