Perjanjian Paris
Kemenangan Trump terjadi hanya beberapa hari sebelum konferensi iklim PBB, COP29, dimulai di Azerbaijan. Pada masa jabatan pertamanya, presiden terpilih ini menarik AS keluar dari Perjanjian Paris, yang merupakan komitmen untuk menjaga kenaikan suhu global jauh di bawah 2 derajat Celcius dibandingkan tingkat pra-industri.
Penarikan diri Trump dari perjanjian tersebut merupakan isu utama yang diperdebatkan pada saat itu, dan meskipun AS bergabung kembali di bawah kepemimpinan Presiden saat ini Joe Biden, Edwards yakin presiden yang akan datang kemungkinan akan melakukan tindakan yang sama lagi.
"Ini akan menjadi sinyal yang salah untuk disampaikan. Penting bagi AS untuk menepati perjanjiannya dan menjadi pemain global yang berkomitmen," katanya, seraya menambahkan bahwa jika Trump menarik diri lagi dari Perjanjian Paris, hal ini akan menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen iklim internasional.
Adapun, selama masa jabatan pertamanya, Trump membatalkan puluhan peraturan yang dikeluarkan Environmental Protection Agency (EPA) atau Badan Perlindungan Lingkungan AS, melonggarkan pembatasan emisi karbon dari pembangkit listrik dan kendaraan, serta melemahkan peraturan yang mengatur polutan seperti metana.
Barry Rabe, profesor kebijakan lingkungan hidup di Universitas Michigan, memperkirakan akan terjadi pelemahan baru terhadap peraturan lingkungan hidup.
“Ada sejumlah hal yang dikatakan Trump selama kampanye ini tentang upaya untuk mendorong batas-batas kekuasaan eksekutif atau presiden melampaui norma-norma tradisional, seperti menyita dana, yang biasanya kita tidak memberikan kekuasaan kepada presiden untuk melakukannya,” katanya.
Baca Juga
Rabe juga mengantisipasi kembalinya peraturan yang lebih longgar yang mungkin berarti Amerika tidak dapat memenuhi target iklimnya pada tahun 2030.
“AS akan gagal mencapai target karbon dioksida, metana, dan sebagian besar gas rumah kaca lainnya,” katanya.
Beberapa pihak juga mengkhawatirkan perubahan Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) di bawah pemerintahan Trump. IRA adalah undang-undang iklim yang ditandatangani oleh Biden yang menginvestasikan ratusan miliar dolar AS untuk penggunaan energi terbarukan, produksi mobil listrik, dan manufaktur baterai.
Namun, Edwards menyebut hal tersebut kemungkinan tidak akan terjadi karena dampak positif peraturan tersebut, terutama pada negara-negara bagian 'merah' atau basis pemilih Partai Republik yang mengusung Trump.
“Ini sangat sukses dalam mendorong manufaktur energi ramah lingkungan dan lapangan kerja di seluruh negeri, terutama di negara-negara yang disebut sebagai negara bagian merah yang menerima sekitar 70% investasi dari regulasi ini. Akan ada upaya untuk mungkin tidak mencabut seluruh IRA, tetapi mengubahnya menjadi beberapa bagian. Secara realistis, pencabutan IRA harus dilakukan oleh Kongres AS," jelasnya.