Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Filipina Kenakan PPN 12% untuk Layanan Digital Netflix, Google Cs

Presiden Ferdinand Marcos Jr menandatangani UU pengenaan PPN 12% pada penyedia layanan digital non-residen seperti Netlix, Disney, hingga Google.
Ilustrasi pajak digital./ Freepik
Ilustrasi pajak digital./ Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Filipina akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atau value added tax (VAT) sebesar 12% pada layanan digital yang ditawarkan oleh raksasa teknologi seperti Amazon, Netflix, Disney, dan Alphabet.

Mengutip Reuters pada Kamis (3/10/2024), badan pendapatan internal Filipina menyebut kebijakan ini merupakan sebuah langkah untuk menyamakan kedudukan dengan pemain fisik dalam negeri.

Presiden Ferdinand Marcos Jr pada Rabu menandatangani undang-undang tentang pengenaan PPN pada penyedia layanan digital non-residen seperti layanan streaming dan mesin pencari online.

“Hal ini akan mendorong persaingan yang adil di antara dunia usaha yang mendapatkan keuntungan dari konsumen di Filipina. Lapangan persaingan yang setara akan menghasilkan produk dan layanan yang lebih baik,” kata Komisaris Biro Pendapatan Dalam Negeri Romeo Lumagui dalam sebuah pernyataan.

Badan tersebut mengatakan hanya penyedia layanan digital dalam negeri yang kini dikenakan pajak PPN sebesar 12%.

Terkait kebijakan tersebut, Netflix belum memiliki pernyataan untuk dibagikan saat ini, kata juru bicara perusahaan untuk Asia-Pasifik melalui email. Sementara, Disney, Google dan Amazon tidak menanggapi permintaan komentar.

Pemerintah Filipina berencana mengumpulkan 105 miliar peso atau U$1,9 miliar dari PPN antara 2025 dan 2029.  Sebesar 5% dari pendapatan ini akan dialokasikan untuk mendanai proyek industri kreatif Filipina, kata kantor komunikasi kepresidenan.

Kantor tersebut menambahkan bahwa layanan pendidikan dan kepentingan umum akan dibebaskan dari PPN.

Layanan digital yang disediakan oleh perusahaan asing dianggap diberikan di Filipina jika layanan digital tersebut dikonsumsi di negara Asia Tenggara, kata badan pendapatan tersebut.

Sejak pandemi ini, raksasa teknologi mengalami penggunaan yang lebih tinggi di Asia Tenggara, namun mereka juga menghadapi rezim pajak fiskal yang semakin ketat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper