Bisnis.com, JAKARTA — Presiden terpilih Prabowo Subianto diyakini akan menerbitkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2025.
Hal itu untuk menggantikan APBN 2025 yang saat ini sedang dirancang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menkeu Sri Mulyani Indrawati bersama parlemen.
Isyarat penerbitan APBN-P 2025 tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar M. Sarmuji dalam rapat kerja dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (12/9/2024).
Sarmuji sendiri merupakan sekretaris jenderal Partai Golkar, salah satu partai politik pendukung utama Prabowo-Gibran.
Pada rapat tersebut, Komisi VII DPR menyetujui alokasi anggaran Kementerian Investasi senilai Rp681,88 miliar pada 2025 atau turun signifikan sebesar 44,53% dari anggaran 2024 senilai Rp1,22 triliun).
Sarmuji pun mengaku prihatin dengan besaran anggaran Kementerian Investasi tersebut.
Baca Juga
Kendati demikian, dia mengaku sudah mendengar bahwa pemerintah juga sudah menyiapkan dana cadangan yang diperlukan untuk tambahan anggaran kementerian/lembaga ketika APBN-P diterbitkan pada pertengahan tahun depan.
"Saya mendengar dari perbincangan-perbincangan informal, ada anggaran yang masih disimpan di BUN [pos dana cadangan Bendahara Umum Negara] yang memang dialokasikan untuk penyesuaian-penyesuaian dalam APBN-P ke depan," ungkap Sarmuji dalam rapat tersebut.
Oleh sebab itu, dia meminta Rosan untuk terus tetap berusaha agar ke depan anggaran Kementerian Investasi bisa bertambah sesuai kebutuhan.
Dengan demikian, lanjutnya, target-target investasi bisa tercapai dan berdampak positif ke pertumbuhan ekonomi.
"Jadi saya memberikan support moral kepada Pak Menteri untuk terus berusaha sampai anggaran yang dibutuhkan secara memadai tercapai terutama nanti kalau ada APBN Perubahan," tutup Sarmuji.
Didorong DPR
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani juga mendorong agar Prabowo menerbitkan APBN-P 2025. Alasannya, karena APBN 2025 disusun pada masa transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo.
"Presiden terpilih periode berikutnya tetap mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan Rencana Kerja Pemerintah [RKP] dan APBN pada tahun pertama pemerintahannya melalui mekanisme perubahan APBN [APBN-P]," ujar Puan ketika berikan Pidato Sidang Paripurna Ke-1 Tahun Sidang 2024-2025, Jumat (16/8/2024).
Sejalan dengan pernyataan Puan, Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR turut mendorong pemerintahan Prabowo nantinya untuk menerbitkan APBN-P 2025.
Perwakilan Fraksi PDIP DPR Adisatrya Suryo Sulisto menekankan bahwa RUU APBN 2025 disusun oleh pemerintahan Jokowi.
Namun, dia mengingatkan pihak yang akan menjalankan serta mempertanggungjawabkan tetap pemerintahan Prabowo
"Pemerintahan yang baru tetap memiliki ruang yang luas untuk menyempurnakan RKP [rencana kerja pemerintah] dan APBN 2025 melalui mekanisme APBN-P," jelas Adi dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Anggota Komisi VI DPR itu menjelaskan, PDIP memiliki banyak catatan terkait RUU APBN 2025 yang disusun pemerintahan Jokowi.
Dia memberi contoh target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada tahun depan, yang tidak dilengkapi tentang penjelasan dampaknya atas peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sebesar Rp16.100 pada 2025. Padahal, sambung Adi, saat ini kurs rupiah sudah turun Rp15.700 per dolar AS.
PDIP menilai penetapan nilai tukar rupiah yang melemah tersebut tidak sejalan dengan upaya untuk memperkuat kurs dan pelonggaran tren moneter global khususnya dari The Fed pada 2025.
Selain itu, pendapatan negara dari perpajakan diproyeksikan sebesar 10,2% pada 2025.
"Bahkan, pemerintah memperkirakan rasio pajak hanya dapat mencapai 11,48% hingga 2029," ucapnya.
PDIP pun mempertanyakan kelanjutan rencana target rasio pajak hingga 23% seperti janji kampanye Prabowo sebelumnya.
Tak sampai situ, PDIP juga menyoroti soal alokasi belanja lain-lain sebesar Rp631,8 triliun pada tahun depan. Jumlah tersebut naik Rp276,4 triliun dari perkiraan realisasi tahun ini.
Adi menyatakan pelaksanaan belanja lain-lain tersebut tidak dapat digunakan sepihak oleh pemerintah tanpa persetujuan DPR.
Bagaimanapun, lanjutnya, DPR punya hak untuk memastikan uang rakyat tidak disalahgunakan.
"Pengalihan belanja lain-lain kepada kementerian/lembaga tertentu dan program-program tertentu harus menerapkan mekanisme yang menghormati hak budget DPR RI," jelasnya.