Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan mengakhiri masa jabatannya pada Oktober mendatang bukan hanya akan meninggalkan warisan berupa Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang belum rampung kepada presiden terpilih Prabowo Subianto, namun juga 10 tantangan fiskal yang mengancam ekonomi Tanah Air.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengungkapkan 10 tantangan fiskal yang saat ini dihadapi pemerintah petahana dan terancam akan berlanjut pada pemerintahan berikutnya.
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5% dalam 10 tahun terakhir. Padahal, Media melihat dengan demografi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 271 juta orang, pertumbuhan ekonomi idealnya tumbuh sebsear 6% hingga 7%.
“Idealnya kita butuh pertumbuhan ekonomi 6%-7% dengan pendapatan perkapita di atas US$10.000, tetapi hari ini tidak tercapai dalam 10 tahun pemerintah Jokowi," ujarnya dalam Dialog Publik Celios: 10 Lubang Fiskal Warisan Jokowi, Kamis (12/9/2024).
Kedua, defisit anggaran semakin lebar dari Rp226,69 triliun atau 2,25% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2014 menuju angka 2,53% pada rencana 2025 atau sekitar Rp616 triliun.
Ketiga, rasio utang terhadap PDB atau debt-to-gdp ratio pun meroket dari 24,7% pada 2014 menjadi 39,13% pada 2024.
Baca Juga
Keempat, di tengah defisit untuk membiayai APBN semakin menggunung, rasio pajak terhadap PDB justru menurun. Tercatat persentasei penerimaan dari pajak anjlok dari 13,7% menjadi 10,1%.
Kelima, Celios melihat tantangan fiskal yang diwariskan dan menjadi pekerjaan rumah alias PR bagi Prabowo-Gibran adalah pembiayaan investasi yang lebih rendah dari pembiayaan utang. Di mana total pembiayaan investasi selama 10 tahun terakhir tidak pernah lebihd ari 17,5%, namun pembiayaan utang selalu lebih dari 74%.
Keenam, pertumbuhan belanja perlindungan sosial hanya 124,87%, lebih rendah ketimbang belanja ketertiban keamanan yang hampir tumbuh 2 kali lipat.
Ketujuh, Celios cukup menyoroti adanya anomaly penyertaan modal negara untuk perusahaan pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terdapat empat dari delapan BUMN, yakni PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Hutama Karya (Persero), dan PT Waskita Karya Tbk. (WSKT) yang memiliki aset rendah meski rutin mendapatkan suntikan modal dari pemerintah sejak 2015.
“BUMN hanya menjadi sapi perah bagi pemerintah untuk menghasilkan keuntungan yg nyatanya tidak berhasil secara signifikan dalam meningkatkan BUMN itu sendiri,” jelasnya.
Kedelapan, belanja perlindungan lingkungan hidup yang selalu rendah. Di mana jumlahnya tidak pernah lebih dari 0,5% total anggaran belanja.
Kesembilan, adanya delusi ambisi IKN Nusantara yang menunjukkan lebih banyak kemungkinan pembangunan tidak berdampak signifikan bahkan gagal ketimbang mendulang keberhasilan.
Terakhir, ruang fiskal semakin sempit akibat program-program ambisius dan proyek pemerintah mendatang.
“Jokowi pada hari ini mewariskan fiskal APBN yang sangat berat, APBN tidak mewah. Jokowi tidak hanya mewariskan anaknya, tapi juga kekacauan yang luar biasa dalam tata kelola fiskal,” tuturnya.