Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin menekankan kelas menengah yang kini jumlahnya menyusut dan terindikasi ‘turun kelas’ patut menjadi perhatian karena harus dijaga jumlahnya. Terdapat risiko jika kelas menengah dan perekonomian terus tertekan.
Pasalnya, Keberadaan kelas menengah menjadi penting karena berperan dalam mendorong konsumsi dan pembangunan negara. Bila jumlahnya terus menyusut, Bustanul khawatir berpotensi mengarah kepada revolusi.
"Kekosongan kelas menengah juga jelek. kalau turun terlalu jauh, lalu menjadi kosong, dan kita ngeri revolusi," ungkapnya dalam Diskusi Publik Indef bertajuk Kelas Menengah Turun Kelas, Senin (9/9/2024).
Melihat dari negara-negara Amerika Latin, seperti Kolombia hingga Panama, memiliki sedikit jumlah kelas menengah atau bahkan disebut sebagai hollow middle alias lubang di tengah.
Menunjukkan adanya jurang pemisah antara penduduk kaya dan miskin. Bustanul menjelaskan bahwa negara-negara tersebut diisi oleh para Tuan Tanah alias orang kaya dan masyarakat miskin yang bekerja secara informal sebagai petani.
Alhasil, kondisi yang timpang tersebut membuat suatu negara rentan terhadap tekanan dan guncangan.
Baca Juga
"Ini berbahaya. Teorinya sudah cukup solid. Kalau struktur perekonomian hollow middle, seperti di Amerika Latin, itu tidak baik," lanjutnya.
Alasannya, kelas menengah memegang peran penting baik di sisi sosial hingga politik karena akan mempengaruhi pemerintahan. Bahkan, kelas menengah menjadi penentu perubahan di segala sektor.
Sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2019 tercatat ada 57,33 juta kelas menengah atau 21,45% dari total penduduk Indonesia.
Kini pada 2024, jumlah kelas menengah menjadi 47,85 juta atau 17,13% dari total penduduk Indonesia. Artinya, penduduk kelas menengah telah menyusut hingga 9,48 juta dalam kurun waktu lima tahun.
Pada periode yang sama, terjadi peningkatan jumlah dan persentase kelompok penduduk rentan miskin (dari 54,97 juta menjadi 67,69 juta atau dari 20,56% menjadi 24,23%) dan menuju kelas menengah (dari 128,85 juta menjadi 137,50 juta atau dari 48,2% menjadi 29,22%).